DONGENG-DONGENG MASA LALU

Nyarita
Chapter #9

LAKI-LAKI BERNAMA ADNAN

Kali ini aku akan bercerita tentang Adnan. Semenjak pertama bertemu dengan laki-laki itu. Mataku selalu terkunci untuk melihat gerak geriknya. Dia adalah laki-laki yang hampir setiap hari ada di kampus, karena hampir setiap hari aku bertemu dengannya secara kebetulan. 

Dia adalah Adnan. Dia teman kuliahku, namun kita berbeda kelas. Biar aku ceritakan sedikit tentang Adnan kepada kalian. Terasa lucu jika aku mengingat cerita tentang Adnan di masa lalu. Aku mengenal Adnan pada awal semester tiga. Sebelumnya aku memang pernah melihat Adnan selintas di beberapa tempat, namun aku tak begitu peduli dengannya.

Adnan adalah sosok laki-laki yang mudah aku ingat di sepanjang hidup. Kebanyakan orang bilang, jika kita mampu mengingat seseorang dengan mudah, maka itu tandanya suka. Aku pun tertawa sejenak. Rasanya aku terlalu malu untuk mengakuinya bahwa aku menyukai laki-laki seperti Adnan. Meskipun pada ujungnya memang benar. Namun tepatnya aku tak ingat kapan.

Adnan adalah manusia yang memiliki gaya unik dalam berpakaian. Dia ke kampus pakai kaos oblong. Celana kulot namun tetap nyentrik dan menarik jika dilihat dan sepatu converse. Gayanya cuek dan tidak pernah menghiraukan komentar tentang orang-orang.

 Aku belum pernah bertemu dengan sosok laki-laki seperti Adnan. Aku pun menyebutnya sebagai laki-laki langka. Atau memang pengetahuanku saja yang langka terhadap laki-laki, he he he.

Tak susah untuk bisa menemukan Adnan. Kami selalu bertemu di lobby atau perpustakaan, entah secara sengaja atau karena takdir. Rasanya lobby dan perpustakaan sudah menjadi tempatku untuk bisa menemukan Adnan. Dia orangnya suka menyendiri, berkutat dengan laptop, baca e-book, namun sesekali aku perhatikan dia suka menggoyangkan kaki secara halus. Aku pun berpikir bahwa dia hobi mendengarkan musik tren masa kini. Tak ada getaran apapun dalam hatiku saat kali pertama bertemu. Tak ada penilaian apapun, sama saja saat aku melihat seluruh manusia di muka bumi ini. 

Saat itu aku sedang duduk di lobby sambil melihat ke arah sekitar yang selalu terlihat ramai. Seramai pasar mungkin. Bahkan terkadang Dosen pun ikut bergabung untuk berbincang dengan kami yang sedang berkumpul di lobby sambil tertawa ria. Bisa dibayangkan betapa senangnya aku saat itu menjadi bagian dari mereka. Memang tengah ramai waktu itu, di tengah keramaian suasana kampus, banyak sekali dari mereka yang sekedar nongkrong atau berbincang bahkan yang sedang mengerjakan tugas pun turut hadir. 

Di kampusku itu tersedia komputer yang biasanya digunakan anak-anak dalam mengerjakan tugas atau bagi mereka yang belum memiliki laptop yang seakan wajib bagi seorang Mahasiswa sepertiku. 

Kala itu aku sedang menunggu Ica dan Rini yang sedang membeli makanan di toko sebelah. Kami akan mengerjakan tugas kuliah di kosan Rini. Namun sebelum itu kami memerlukan perbekalan sebagai teman ngobrol. Bagi kami, mengerjakan tugas tanpa makanan itu akan mudah lelah dan ngantuk, itu sih prinsip Rini. Untuk itu, kosan Rini selalu diburu menjadi tempat singgah kami ketika kelaparan. Di kosannya selalu tersedia berbagai makanan. Dari mulai mie instan, makanan ringan sampai makanan berat pun ada. Sampai Rini pun harus membeli kulkas mini untuk menyimpan makanan di kosannya. Berhubung persediaan di kosannya tinggal sedikit, maka Rini membeli beberapa makanan sebagai sesajen padaku dan Ica.

Jam kuliahku telah selesai, tepat jam 12 siang. Tidak ada mata kuliah lagi yang harus aku ikuti. Tapi, aku tak terburu-buru pulang, aku berjanji pada Rini dan Ica untuk membantu mereka mengerjakan tugas. Ya, dalam waktu dekat hasil kerja kerasku siang dan malam sedikit membuahkan hasil. Aku bisa berbagi sedikit Ilmu Akuntansi kepada Rini dan Ica.

Aku mendengus sambil terus melihat arah jarum jam yang berada di dinding sebelah kanan dari lobby yang bergerak terasa lambat. Aku pun sesekali mencermati jalan raya yang terlihat jelas dari arah lobby. Aku menunggu kedatangan Rini dan Ica. Terkesiap tiba-tiba mataku menangkap wajah seorang laki-laki yang sedang membuka laptop sambil mendengarkan musik yang dia dengar lewat earphone. Entah apa yang membuat aku begitu awet memperhatikan laki-laki yang tak beranjak sedikitpun dari kursi. Laki-laki itu tak merasa bising dengan berbagai obrolan serta gelak tawa yang meramaikan suasana lobby. Dia tetap terpaku pada sebuah laptop yang tak dapat aku lihat, apa yang dia kerjakan sampai terlihat asyik. 

“Eh, Nan! Disini maneh(3) rupanya!” Kata Danu, teman satu kelasnya yang selalu menguntit Adnan hampir dalam setiap momen. 

Laki-laki bernama Adnan itu pun menoleh dan seketika melepas earphonenya. Sebelum kenal dengan baik, pikirku waktu itu namanya Adnan. Aku hanya asal menebak saja bagai mengikuti permainan lotre. Namun ternyata aku benar, memang Adnan namanya. Rasanya aku pun tak asing mendengar kata itu di kalangan wanita yang suka aku lewati di sekitar kampus. Katanya, Adnan adalah laki-laki unggul dengan potensi bagus. Dia pintar, tampan, komunikatif dan juga tak banyak bacot tapi banyak aksi. Ah! ada-ada saja berbagai argumen jalanan. Tak sedikit yang menggemari Adnan. Adik tingkat bahkan kakak tingkat pun turut menyukainya. Katanya kalem dan santai. Aku pun menjadi ingin tahu siapa itu Adnan. Sampai menjadi trending topik di kampusku. 

Salah satu temannya menyahut lagi, “maneh, kita cari dari tadi, itu anak-anak mau ngadain rapat buat acara seminar.”

Lihat selengkapnya