Meskipun sudah beberapa kali bertemu, namun aku tak berani menatap matanya terlalu lama, kalau orang-orang rumah singgah bilang, itu namanya zinah mata. Hukumnya dosa karena bisa menggugah hasrat dan membuat pikiran berkecambah kemana-mana. Adnan pun mungkin begitu. Karena katanya dia belum pernah dekat dengan perempuan. Bisa dibilang caranya lemah dalam mendapatkan kekasih. Itu, sih, hanya beberapa pendapat yang aku dengar saja.
Waktu itu sedang tidak ada Dosen. Aku tanya ke bagian Akademik, Dosennya sedang sakit dan terlambat bertukar jadwal dengan Dosen lain, alhasil kita gak belajar. Tapi aku dan teman-teman kelasku tidak pulang. Kami hanya berdiam diri di kelas sambil ngobrol ini itu. Kami pun tidak mengerjakan tugas atau belajar semacam anak SMA yang jika gurunya tidak bisa hadir, maka biasanya kita diberi tugas. Ini tidak sama sekali, aku dan teman-temanku hanya bergumam seru sambil tertawa mendengar Mario yang logat bicaranya lucu kalo lagi ngobrol. Entah kenapa, menurutku lucu saja jika mendengar gaya bicara orang-orang Subang. Seperti punya khas tersendiri.
“Nus, dulu aku pingin masuk ITB,” kata Mario. Mario anaknya pandai bergaul dengan siapa saja, waktu itu kami sedang ngumpul secara acak saja, kami menarik kursi masing-masing dan dibentuk lingkaran kecil. Aku, Rini, Ica, Mario dan Mawar ngobrol-ngobrol seru, yang lainnya pun sama.
“Kenapa?” Kataku.
“ITB itu bergengsi, tapi sayang aku gak lulus, alhasil nyemplung kesini,” gumam Mario yang sangat senang berbagi kisah hidupnya kepada kami.
“Nyesel gitu?” Tanya Rini.
“Nggak, atuh, cuman harapan mah masih ada,” katanya.
“Ya udah ikut SBMPTN lagi aja,” kata Ica.
“Males belajarnya sekarang, mungkin sudah takdirnya ke kampus ini sama kalian,” timpal Mario, aku hanya ngangguk-ngangguk saja mendengarkan mereka ngobrol sambil kupandangi mereka satu per satu.
“Maneh geus nyarita sabaraha kali, bosen nyaho(9),” celetuk Mawar yang sama-sama orang Subang dan kebanyakan tata bahasanya nyampur dengan bahasa Sunda. Ya, meskipun kami berasal dari orang Sunda dan bisa bahasanya sebenarnya, namun di kampus atau di kelas kita kebanyakan menggunakan Bahasa Indonesia.
“Bae atuh, War, sok sirik wae maneh mah(10),” timpal Mario.
Aku hanya tertawa mendengar dan melihat Mawar dan Mario saling mencela namun hanya sekedar bercanda. Begitu juga Rani dan Ica.
“Eh, eh, ada tamu, ada tamu!” Riadh tiba-tiba berkata begitu
“Saha(11)?” Tanya Mawar.
“Kelas sebelah.”
Tidak lama kelas Akuntansi B minta izin masuk ke kelasku, katanya ada sebuah pengumuman penting. Waktu itu ada tiga orang yang masuk ke kelasku. Kami kembali merapikan kursi dan menatap mereka yang sekarang sudah ada di depan mata. Dan di depan mataku itu ada Adnan. Ya, laki-laki yang sudah aku ceritakan. Mataku tak elak melihat wajahnya walaupun sesekali ku alihkan pandangan ke yang lain agar tidak menjadi bahan gosip dan dibilang aku naksir pada Adnan. Meskipun aku sendiri tak tahu dengan perasaan ini. Mata, pikiran dan hati belum terkoneksi dan menyatakan bahwa aku suka pada laki-laki itu.