DONGENG-DONGENG MASA LALU

Nyarita
Chapter #13

BERTEMU ADNAN

Adnan sudah menungguku. Seperti biasanya Adnan sambil buka laptop dan mendengarkan musik. Aku tidak tahu model musik apa yang dia dengar, yang jelas dia suka asyik sendiri jika di depan laptop sambil goyang-goyang kepala. Itu adalah hal yang selalu aku ingat tentang Adnan sampai hari ini. Keunikannya membuat aku kagum. Berbeda dengan yang lain, dia lebih senang mojok dan tak banyak omong. Dia adalah tipe laki-laki penyendiri, itu sih menurutku pada saat itu, he he he.

Jari-jari Adnan sedang menari terlihat sibuk. Dia fokus ke layar laptop meskipun sepertinya dia tahu kedatanganku.

“Maaf telat,” kataku.

“Telat yang disengaja,” balasnya tapi wajahnya tak menatapku, ngeselin, kan?.

“Nggak, tadi cuman keasyikan ngobrol sama Ica dan Rini.”

“Keasyikan ngobrol atau keasyikan nonton.”

Benar-benar! Dari mananya bahwa Adnan adalah sosok manusia yang lembut terhadap wanita? Itu pikirku dahulu. Bahkan dari tadi Adnan mematahkan semua pernyataanku meskipun sudah minta maaf. Meskipun pada kenyataannya memang benar bahwa aku keasyikan nonton drakor dengan Ica dan Rini. Tapi, tak seharusnya laki-laki berdarah dingin ini berbicara seperti itu terhadap perempuan, benar, kan?.

“Nggak gitu, aku tadi memang lupa juga,” aku tetap menyangkal kebenaran itu, malu saja jika harus mengaku.

“Ya, udah, lupain.”

Aku diam sejenak dan memperhatikan Adnan mengetik yang entah apa isinya. Aku hanya menunggu instruksi dari dia sebagai Sekretarisnya.

“Aku sudah email, buka,” katanya menyuruhku begitu saja. Bahkan aku pun kaget, tahu darimana dia alamat emailku, nomor teleponku, bahkan PIN BB-ku. 

“Oh.”

“Baca,” suruhnya padaku, bahkan tanpa disuruh pun aku sudah tahu bahwa dokumen yang dia kirim itu untuk dibaca.

“Iya.”

Ternyata yang Adnan email itu adalah proposal untuk seminar. Dia sudah membuat kerangkanya, aku pikir buat apa aku diutus jadi Sekretaris kalau Adnan bisa mengerjakannya sendiri, benar, tidak?. 

Kemudian aku membaca halaman demi halaman dan memberi masukan atas proposal itu. Terasa hanya aku dan dia yang ada disana pada saat itu. Padahal, kenyataanya disana sedang ramai, yang nongkrong dan mengerjakan tugas juga banyak. Aku hanyut berdiskusi dengannya.

Tidak banyak yang aku bahas tentang perihal pribadi. Rasanya Adnan pun tak ingin tahu asal usulku dan aku pun demikian. Aku tidak menanyakan asal usulnya. Kami hanya fokus membahas masalah seminar. Tidak ada tertawa disela-sela itu, semua dijalani dengan serius sampai aku pun merasakan sedikit jenuh.

“Jadi gitu, nanti kamu kirim revisinya ke aku dulu sebelum di print.”

“Iya.”

“Kamu pulang kemana?” Tanya dia tiba-tiba.

“Ke rumah.”

Adnan mendengus, aku merasakan dan mendengar hembusan nafasnya, “mau bareng?”

Lihat selengkapnya