Dongeng-Dongeng Pengantar Kiamat

Kurnia Gusti Sawiji
Chapter #2

BANGUNKAN AKU DARI TIDURKU JIKA AKU BUKAN LAGI DIRIKU

Jangan tidur dulu, kamu masih harus menjadi dirimu sendiri.

Kamu hidup dalam sebuah dunia yang aneh, kamu tahu itu. Di duniamu, secuil hal-hal kecil dapat menjadi hal-hal besar yang menggelegar: lupa menutup tempat duduk toilet akan mengakibatkan Perang Dunia ke-3, tidak mematikan keran air dengan benar akan mengakibatkan banjir badang yang tujuh kali lebih besar dari ketika zaman Nabi Nuh, dan lupa memeriksa kantong-kantong celana ketika mencuci pakaian dengan mesin cuci akan menyebabkan perceraian sepasang suami istri yang memang seharusnya sudah cerai sejak dari dulu. Khusus yang terakhir itu, kamu adalah pelaku utamanya, karena tugas mencuci pakaian setiap malam diberikan ibumu kepadamu, dan ia sudah mengingatkanmu 42 kali untuk tidak lupa memeriksa kantong celana, sehingga selembar uang kertas dengan nominal terbesar di negaramu telah menjadi seonggok bubur kertas.

Ibumu teriak memarahimu lantaran kelalaianmu, membuat ayahmu yang masih tidur terbangun kaget dan teriak memarahi ibumu yang teriak memarahimu lantaran kelalaianmu, dan adik perempuanmu yang sedang mempersiapkan sarapan dan memang selalu berpihak kepada ibumu pun teriak memarahi ayahmu yang teriak memarahi ibumu yang teriak memarahimu lantaran kelalaianmu. Kekacauan—lagi-lagi—terjadi: ayahmu ke luar kamarnya dan menampar ibu dan adik perempuanmu; kamu berusaha melerai namun ibumu, ayahmu, dan adik perempuanmu menamparmu; kalian pun berkelahi dan saling membawa pembenaran diri tanpa ada yang mau mengalah.

Puncak dari segala kekacauan itu adalah ayahmu yang akhirnya menggelegar, kembali masuk ke kamarnya dengan bersumpah serapah, dan ke luar lagi 20 menit setelahnya dengan membawa koper. Ia lalu mengucapkan satu kata yang ditujukan kepada ibumu, tetapi kamu mengingatnya dengan jelas seakan ia mengatakannya kepadamu: cerai. Semenjak itu, kamu menganggapnya sebagai bajingan paling bangsat yang tidak akan kamu datangi makamnya ketika ia mati. Lalu kamu membaca paragraf dua dan tiga cerpen ini, sehingga sadar bahwa yang seharusnya kamu benci adalah dirimu sendiri; bajingan paling bangsat yang tidak akan kamu datangi makamnya ketika ia mati.

Itu adalah jenis dunia tempatmu hidup. Kamu tahu itu, kita tahu itu.

Kamu membenci segalanya: tempat duduk toilet, keran air, dan mesin cuci—tentu, kamu juga tidak lupa membenci dirimu sendiri. Segala kebencian itu menumpuk di tubuhmu seperti lemak, kolesterol, atau minyak-minyak yang lengket di pipa-pipa dapur, dan kamu tidak tahu apa yang harus kamu lakukan dengan segala hal itu, sehingga tanpa kamu sadari, segala kebencian itu akhirnya menyerang dirimu sendiri, karena pada dasarnya apa yang kamu benci adalah hasil dari ketidakmampuanmu sendiri. Dan karenanya, setiap tidur malammu hanya dipenuhi dengan pikiran-pikiran dan pertanyaan: “Masalah apalagi yang akan kuhadapi besok?” Dan dengan ditemani hal-hal itu, kamu pun menutup matamu dan berharap untuk tidur.

Tetapi kamu jangan tidur dulu. Kamu masih harus menjadi dirimu sendiri.

Kamu hanya memiliki dua keinginan: menulis dengan nyaman dan membaca komik dengan tenang—dua hal yang sangat kamu sukai, namun sangat dibenci orang-orang di sekitarmu. Bagi mereka, keduanya membuatmu gemar berkhayal—satu hal yang sangat kamu sukai, namun sangat dibenci orang-orang di sekitarmu. Setelah kepergian tak bertanggung jawab ayahmu, mereka mengharapkanmu untuk menjadi dewasa: bekerja, berpenghasilan, dan menjadi kepala rumah tangga yang jauh lebih baik—tiga hal yang jelas-jelas belum (mau) kamu capai, namun sangat diharapkan orang-orang di sekitarmu.

Salah satu karakter komik kesukaanmu adalah seorang pahlawan super dengan berkostum jumpsuit kuning dan jubah putih. Ia botak, penampilannya datar, tetapi ia memiliki kemampuan untuk menghancurkan segala jenis bencana alam atau monster hanya dengan satu tinjuan. Kamu mengidolakannya, sehingga berimpian menjadi dirinya. Kamu ingin ketika kamu bangun tidur pada salah satu pagi yang akan kamu hadapi, kamu tidak akan bangun sebagai dirimu, tetapi sebagai si pahlawan super itu, lalu kamu akan menyelesaikan semua masalah yang datang karena kebencianmu yang menumpuk hanya dengan satu tinjuan. Tetapi tentu saja, yang seperti itu adalah hal tersulit nomor dua di dunia nyata dan fiksi setelah menulis cerpen tanpa dialog.

Dan dengan mengetahui kenyataan itu, kamu menutup matamu.

Lihat selengkapnya