Dongeng Robot Tuhan

ferry fansuri
Chapter #3

Chapter #3 Menara-Menara Penembus Langit

Jazirah pasir itu tampak terselubung dan terus menggulung tanpa henti, disana tak ada apa-apa jika kau melihatnya. Tiada kehidupan sedikitpun disana, aku telah banyak berkeliaran dari abad ke abad tapi nihil. Tapi kehidupan itu selalu menemukan jalannya sendiri, sebuah peradaban terjadi disana. Muncul seketika saat tak aku sadari atau terlalu sibuk untuk menjelajahi di laut mati setelah banjir bandang dashyat itu.

Bangunan itu begitu menjulang tinggi hampir menyentuh langit, manusia macam apa yang bisa membangun ini semua. Aku begitu takjub arsitektur buatan makhluk ciptaan tuanku ini telah berada di sana, terlihat megah dan menembus awan. Saat aku tiba di tanah Shinar itu, kutemukan manusia-manusia yang perawakan tinggi besar. Aku hampir tak percaya darimana asal manusia-manusia ini muncul karena setelah air bah raksasa itu menyapu generasi mereka tanpa ampun itu tak ada yang selamat sedikitpun. Tapi mengapa mereka masih tersisa, ini tak masuk akal.

Ternyata memang ada yang selamat dari kiamat kecil itu dan beranak pinak dalam evolusi ratusan tahun. Mereka menjadi ras bangsa unggul dari kaum manapun karena tak ada seperti ini muka bumi ini, mereka menyebut dirinya Babilon. Saat aku menelusup ke gerbang kota Ninive itu mereka namai itu, aku terperangah sejadi-jadinya. Sebuah kota mutakhir dijamannya, tinggi menjulang dengan berbagai pernak-pernik penerangan yang mentereng. 

Jalanan tertata rapi dengan skema irigasi tertata, dipinggir-pinggirnya berjejer estalase terbuat dari benda transparan yang kelak kau sebut kaca. Lalu lalang manusia dengan berbagai aksesoris pakaian yang terbuat dari sutra, sebuah bahan langka dan mahal kala itu. 

Saat aku sedang menampak bertransformasi dari kasat mata menjadi wujud nyata, baru saja merasakan batu setapak yang ditata apik itu. Dari arah belakang tiba-tiba muncul sebuah benda berbentuk persegi panjang dengan tinggi 2 meter, ada 4 buah bulatan menggelinding. Sepintas seperti kotak berjalan dan ada orang didalamnya tapi tenaga apa yang bisa menggerakkan itu semua. Mataku mampu menembus dalam benda aneh ini, didalamnya terdapat mekanisme bergerak dan berhubungan satu sama lainnya. Tapi ada hal aneh, sumber tenaga itu dihasilkan dari sebuah batu dengan kilatan pelangi didalamnya. Batu itu berpendar mengeluarkan energi yang menggerakkan komponen mekanik 

Batu apakah itu karena tak pernah aku lihat sebelumnya bahkan tidak bumi satu ini. Aku terbelalak setelah memasuki pusat kota, begitu padat dan berseliweran benda kesana kemari, ada melayang terbang atau bergerak di rel panjang diatas bangunan. Semua orang berlalu lalang dengan benda ditangan untuk berkomunikasi satu sama sekali dengan satu rumpun bahasa yang sama. Ini sebuah kota mandiri yang segala fasilitas muktahir ada disini.

Darimana asal teknologi ini semua dan ini bukan dari jamannya, hal terpenting bahwa batu energi tersebut bukan berasal dari bumi ini.

Semua tampak tidak pada tempatnya, ini masih terlalu menyimpang atas generasi ini. Siapa yang bertanggung jawab atas semua ini?.

Dari semua bangunan yang berdiri tegak lurus ini, ada sebuah bangunan yang begitu menjulang menembus atmosfer langit. Jika kulihat lebih transparan, pada puncaknya terdapat energi berkilat terhubung kesemua bangunan dan alat-alat modern. Sebuah energi kasat mata yang hanya aku saja yang bisa melihatnya, semua dikontrol oleh menara yang menjulang itu.

Dari mendengar selentingan kabar dengan curi dengar perkataan di sekitar manusia itu, akhirnya aku tahu asal muasal terbangunnya kota ini dengan energi begitu dahsyat.

Setelah banjir bandang itu, semua umat manusia itu tersapu habis tak tersisa tapi ternyata itu salah. Ada sepasang anak manusia yang tertinggal, seorang anak perempuan dan laki-laki. Seperti layaknya penciptaan pertama, mereka membangun peradaban di padang pasir tak masuk akal itu.

Dari beranak pinak hingga melewati satu abad tapi kawanan itu tak kunjung mempunyai tempat tinggal tetap, nomaden dan berputar-putar digurun pasir itu bertahun-tahun. Tapi mereka bertahan hidup hingga suatu ketika pimpinan mereka Bukhtanasar melihat dua kilatan sinar turun dari langit dan bertumbuk ke tanah dibalik gunung. Dentumannya memekak telinga, rasa penasaran itu yang menggerakkan kaki Bukhtanasar untuk mengetahui apa yang terjadi.

Setelah menyusuri puncaknya gunung, Bukhtanasar mendapat dua lubang menganga yang masih mengepulkan asap panas. Dua benda berbentuk kapsul dan ada energi kasat mata yang menyelimutinya, saat Bukhtanasar menyentuh ia terpental jauh. Ada sebuah energi gaib yang mendorongnya jauh tapi seketika itu kapsul itu terbelah jadi dua bagian.

Muncul didalamnya jasad layaknya manusia melayang sejenak kemudian mendarat ke tanah. Bukhtanasar yang terpental itu masih tak sadarkan diri, terik menyising di langit menyengat dan membuat ia mulai sadarkan diri. Sebuah bayangan besar menutupi dirinya, saat membuka kelopak matanya. Bukhtanasar melihat dua sosok hitam menghalangi pandangannya dari surya.

Setelah ini ada sebuah perjanjian rahasia diantara mereka yang tak pernah diketahui kaumnya. Dua sosok itu memberikan batu dengan kilatan pelangi itu yang mereka sebut Cinnabar ke Bukhtanasar dengan imbalan akan dibangunkan kota yang kaumnya idamkan selama ini beserta isinya yang menakjubkan.

Maka dua sosok pun disembah kaum Bukhtanasar sebagai Tuhan tapi mereka menampik jika disebut sebagai pencipta alam semesta. Mereka lebih senang dikenali serupa orang suci atau lebih tepatnya malaikat. Mereka menyebut dirinya Harut dan Marut.

Akhirnya mereka menjadi penguasa dibelakang Bukhtanasar, Harut dan Marut menyetir raja boneka itu untuk kepentingan mereka. Mereka selalu dituankan dan selalu mengikuti semua perkataan apapun yang keluar dari mulutnya tanpa membantah sedikitpun. Imbalannya memang sepadan, kaum Bukhtanasar tak perlu mengelilingi terus menerus padang pasir sial itu lagi, Harut Marut menunjukkan sebuah tanah dibalik gunung itu dan hanya 3 hari 3 malam sebelum matahari menyising. Sebuah hamparan tanah dengan menara menjulang menembus awan, energi dari menara yang berasal dari batu Cinnabar itu mengalirkan ke seluruh kota.  

***

Tapi setelah ini semua itu berubah.

Lihat selengkapnya