Dongeng Robot Tuhan

ferry fansuri
Chapter #4

Chapter #4 Pria Yang Bersekutu Dengan Malaikat

Saat mengingat nasib dua "malaikat' itu, aku teringat kisah pria malang ini.

Kulihat wajah itu, mata itu, bibir itu terbujur kaku bersama tubuhnya. Tak terasa tetesan airmata mengalir dimataku yang tak pernah sekalipun menangis. Irine, istriku telah berjuang 2 windu melawan kesakitan pasca Kyra lahir.

Berlarilah aku berhamburan dari ruang perawatan menuju lorong rumah sakit. Malam itu terasa menyesakkan biarpun hujan lebat, ku terus berlari dan lari tanpa henti. Sampai aku terengah lelah di sebuah taman ruah sakit. Wajah kusut dan rambut awut-awutan tak terurus, telah kutunggu dia selama ini untuk berharap akan kesembuhan.

"Ini tak adil, kau ambil keduanya dan tidak menyisakan bagiku" teriakku didalam malam dipenuhi petir.

Berkali-kali kupukul kedua tanganku ke tanah untuk mengusir rasa geramku. Seperti tak rela bila ini terjadi, kuterus menggeram dan mengacak-acak tanah rumput. Seolah menyari sesuatu, tiba-tiba ku terdiam seperti berpikir dalam. Tak lama kemudian aku terngadahkan kepalaku.

"Jika ini takdirmu, aku akan lawan. Aku akan cari jawabannya..aku cari jawabannya...haha" seruku sambil menyeringai.

***

Setelah seribu hari kepergian Irine, skarang aku berada di padang pasir Irak yang dulu dikenal Babylonia. Aku sedang mencari jawaban itu disini, legenda Harut dan Marut konon dua mantan malaikat itu memiliki kitab sihir yang semua jawaban dunia ada disana.

Kutelurusi tiap inchi pasang pasir untuk menemukan mitos tersebut dan aku percaya itu ada. Tak terasa 2 tahun berlalu berkelana kesana-kemari dari bumi nusantara ke bumi Sunni dan Syiah ini. Rambut panjang dan muka dipenuhi brewok tak terawat, itu tak kupedulikan.

Sesuatu ketika saat kelelahan tanpa air minum, ku tak sadarkan diri. Dan tak terasa jatuh pingsan. Badan ini terasa berat rasanya dan mata menahan. Panas yang menyengat membuatku kehilangan kesadaran, tenaga yang tersisa untuk terus bertahan. Saat injakan terakhir, kaki ini lemah tapi tiba-tiba bumi yang kupijak bergetar hebat. 

Pasir itu menyedotku kedalam lebih dalam, akhirnya aku terhempas di tanah kasar. Posisi terlengkup samar-samar aku melihat dua sosok hitam menggantung di atas langit-langit dan tak terasa mata ini berat dan jatuh pingsan.

"Hei anak Adam, bangun kau !" suara itu teramat berat dan keras mengiang di telingaku membuat kesadaranku pulih. Tak tahu berapa lama aku pingsan, kupaksa berdiri untuk sejenak duduk melihat keselilingku dan mencari suara misterius itu. Mata ini terbelalak duo sosok tubuh terbujur dari bawah keatas.

"Apa kau yang cari disini, hei manusia bernama Penta?" suara lantang membuat jantung berdegup kencang. 

"Siapa kalian ?" berbalik ku bertanya dengan rasa penasaran sambil heran tahu akan namaku. 

 "Ha..Ha berani juga manusia satu ini" salah satu sosok sebelah juga berkata. 

Kuberani diri bertanya "Apakah kalian Harut dan Marut yang melengenda itu?"

Tiba-tiba sebelum pertanyaanku dijawab, hembusan keras mengarah kepada membuat tubuhku terhempas ke dinding keras. Membuat tulang-tulang ditubuhku bergemeretak dan bergeser. 

"Beraninya kau menyebut nama itu disini..hah" tampak rasa marah itu menyengat ditelingaku. 

"Kami disini telah beribu-ribu tahun menunggu pencipta kami memanggil lagi dan kamu tak layak menyebut nama kami itu"

Lihat selengkapnya