Setelah kejadian runtuhnya menara-menara penembus langit itu, manusia tercerai berai ke seluruh permukaan bumi. Awalnya jadi satu bangsa dengan satu bahasa tapi pada akhirnya tanpa bahasa sedikitpun. Mereka tak bisa berkomunikasi satu sama lainnya, mereka tak punya bahasa. Aku tetap mengawasi mereka, jaga-jaga jika mereka berbuat ulah lagi. Aku tak mau kecolongan lagi seperti yang dulu, manusia-manusia itu masih membawa teknologi yang tak seharusnya berada jamannya. Mereka berpencar, ada yang ke gunung, padang pasir, bukit bahkan laut.
Keahlian alami mereka dan kecerdasan otak yang dimiliki, gen bangsa Babilon masih melekat. Seperti bagaimana kulihat mereka mampu memahat gunung atau bukit disana dengan tangan kosong atau mengubah seoonggok padang pasir gersang menjadi oase yang menyegarkan. Aku biarkan mereka berkambang sebatas kewajaran menurut pantuanku.
Tapi bagi mereka yang lari ke lautan itu yang tak berhasil kulacak, saat diriku sibuk bermain di Pompei dan memberangguskan kaum penyuka anal itu, mereka menghilang begitu saja. Lautan itu lebih luas daripada daratan, jangkauan juga terbatas biarpun aku mampu melayang secepat cahaya atau menyelam sedalam mungkin. Kehilangan jejak itulah yang membuatku melupakan mereka bahkan sampai berabad-abad, aku pikir mereka pasti sudah punah ditelan black hole lautan terdalam. Tapi ternyata aku salah.
Ini terjadi setelah aku mengetahui bahwa terjadi gempa hebat yang meluluh lantahkan daratan. Tidak hanya satu semua daratan tanpa terkecuali, padang pasir, bukit, gunung melesak kedalam lautan. Aku melihat itu sendiri, fenomena apakah ini? Apakah kiamat besar akan terjadi? Tapi aku tak merasakan apapun kejadian ganjil ini.
Saat ku melayang diatas atmosfer, pergerakan lempeng bumi terus tergerus masuk kedalam laut. Tsunami terjadi dimana-mana, melahap semua daratan tanpa sisa. Es kedua kutub itu mulai meleleh perlahan, detik demi detik terus membanjir daratan.
Ini belum kiamat, aku tak terngiang-ngiang bisikan penciptaku. Ini harus kuselidiki penyebabnya, aku pun melesat secepat kilat memutari bola bumi untuk memantau apa yang terjadi. Sekilas tidak ada yang mencurigakan sama sekali tapi saat melintas perairan Hindia yang setahu tak dihuni manusia satupun atau belum pernah ada kehidupan disana. Tapi aku terkaget-kaget, di perairan itu aku merasakan sensor panas yang begitu tinggi layaknya magma gunung berapi.
Rasa penasaran itulah yang membuatku turun dan terjun bebas dalam perairan misterius itu. Apakah itu? Tak pernah kuketahui sebelumnya, agar mampu menyelinap dan berenang leluasa aku berubah wujud ikan hiu putih agar mampu menyelam lebih dalam. Saat menjelalahi lautan itu terasa tidak ada yang aneh sama sekali, semua normal apa adanya. Penghuni lautan ini hanya makhluk tak bertulang belakang da bersel satu, disini hukum rimba berlaku, siapa kuat memakan yang kecil.
Setelah setengah hari aku berkutat dalam wujud ikan hiu putih, aku semakin gerah. Bau asin air laut membuat gatal, aku juga tak biasa menyelam berlama-lama seperti ini. Hampir aku menyerah untuk menemukan sumber panas itu, panca inderaku tak menemukan itu. Saat keinginanku meraih permukaan, tiba-tiba didepanku ada sekelebat cahaya bergerak begitu cepat. Aku hampir saja terjengkang, ada gelombang bawah laut menerpaku.
Tak ada yang bisa bergerak secepat itu didalam air, rasa penasaran ini bertambah hingga aku ikuti. Benda itu begitu cepat, kecepatanku hampir tak bisa menyamainya. Aku belum terbiasa didalam air ini, aku coba menambah tenaga untuk menyusul setidaknya berada di dekat benda itu. Usahaku tak sia-sia, aku mampu menyusul dan berada disampingnya. Aku agak terkejut mendapati bentuk benda itu memanjang mirip bujur sangkar, kedua sisinya ada sirip layak ikan dan dibagian belakang terdapat turbin yang menjadi pendorong tenaga. Ini terasa aneh bagiku.
Disaat aku terbengong-bengong akan benda didepanku, gerakanku terhenti didepan seketika seperti ada tembok yang menghalangi. Herannya benda aneh itu mampu menembusnya begitu saja. Aku coba untuk menerobos tapi apa daya, ada penghalang kasat mata yang tak bisa kutembus. Kucoba berkeliling ke area dan penglihatan x-ray memperlihatkan bahwa inilah spot panas yang kulihat dari langit. Aku benar-benar tak bisa menembus sama sekali.
Apakah ini semacam pelindung terselubung, aku sempat kebingungan bagaimana harus memasuki. Semua kemampuan dikeluarkan namun tiada artinya sama sekali, tapi mengapa benda-benda itu begitu mudah memasuki. Aku sempat berpikir bahwa struktur benda khusus saja yang bisa dikenali selubung rahasia itu. Ini layaknya DNA tubuh atau sidik jari sebagai pengenal, hingga mau tak mau aku harus menyerupai mereka. Aku butuh satu sentuhan saja.
Ini terjadi saat benda itu keluar kembali, aku secepat kilat dengan bentuk kamuflase. Tangan ini menyentuh dengan sekejap sebuah sumber informasi melesat kedalam tubuhku, mungkin terasa aneh tapi ini jalan masukku. Tak ku sia-siakan, segera kutebus selebung rahasia itu. Saat memasuki tameng itu seperti masuk ke dimensi lainnya dan menyeruak kedalam. Awalnya gelap tapi kemudian terang benderang, hampir saja merusak kornea mata ini. Pemandangan yang kulihat begitu menakjubkan dan tak pernah kulihat sebelumnya.
Disini begitu warna-warni, semua warna ada disini layaknya pelangi. Aku merasa damai disini, bentuk banguanan disini unik dan aneh. Arsitekturnya tidak beraturan, ada lonjong, jajaran genjang, segitiga sama sisi. Semua nyeleneh bahkan penghuni didalam kota ini. Mungkin lebih pasti dikatakan dunia dimensi lain bukan dari bumi yang satu ini.
Selain bangunan-bangunan yang bisa memancarkan cahaya sendiri, makhluk-makhluk yang berseliweran kesana kemari terasa aneh. Karena sepintas bukan manusia seutuhnya. Mereka bisa bergerak cepat didalam air, kuperhatikan dikaki dan tangannya terdapat selaput tipis miirp kaki katak, sedangkan belakang telinga mereka terdapat lubang yang berdenyut mirip insang ikan. Sepintas mirip manusia tapi ini tidak, kulit mereka tak berbulu sama sekali tampak licin keset dan warna yang berbeda. Mulai hijau, merah atau arna pelangi ada dimereka.
Baju yang mereka kenakan juga terasa berbeda atau aku tak bisa membedakan apakah itu baju atau kulit semata, seperti sama tak ada bedanya. Negeri apakah ini? Belum pernah kutemui sebelumnya tapi menurut mata batinku mereka ini mengalir DNA purba dari manusia pertama yang mendarat di bumi tapi bermutasi beribu-ibu tahun lamanya.Tapi mengapa itu terjadi?
Jawaban atas pertanyaan itu akhirnya terjawab saat aku menyelinap di pusat kerajaan yang mereka sebut Atlantis. Berubah wujud menyerupai mereka memudah diriku untuk berbaur tanpa diketahui bahwa aku bukan kaumnya.
Kulihat saat itu semua orang sedang berkumpul di aula dan diatas podium yang menjulang tinggi. Ada sepasang makhluk yang duduk di kursi singgasana yang megah.
Dibawahnya bergemuruh dan mengelukan dua nama berulang-ulang