Apakah aku ini rasis, tentu tidak sama sekali. Aku selalu mencintai makhluk ciptaan Tuhan ini tanpa pandang bulu ketiak, aku telah berjalan dan menjadi bayangan mereka selama ini. Maka akan kuceritakan sebuah cerita yang terpecah belah bagaikan rangkaian puzzle dan aku ada didalamnya sebagai dalangnya.
#1 Angpao Buat Aling
Airmata itu telah mengering dipelupuk mataku seiring luka menganga dihati reda saat memandang amplop Angpao berwarna merah ini. Imlek saat itu begitu meriah tapi disudut rumah tampak muram dan buram, wajah-wajah murung itu bergetayangan tanpa henti. Teriakan Papa bercampur histeris koko Alim membahana, itu terjadi tiap kali mereka bertemu.
Aku hanya bisa menutup telinga rapat-rapat dan berharap kesunyian menemani, berdoa lenyap ketika membuka mata ini. Tapi suara-suara itu tak pernah hilang, terus menelesup sela-sela gendang telinga. Adu mulut mereka berlangsung empat babak dalam satu malam.
Papa ingin koko Alim tak pergi dari rumah dan mau meneruskan usaha toko bangunan yang lama dirintis. Koko Alim menolak mentah-mentah, ia tak ingin dagang tapi masuk militer. Papa murka dan menampar koko Alim, orang Tionghoa itu harus dagang bukan jadi tentara. Apalagi koko Alim telah mengganti nama Tionghoa-nya menjadi Sanata.
"Kalo elu pergi dari rumah, garis keturunan dan warisan akan hilang!"
Koko Alim tetap pergi dan bersumpah tak akan kembali ke rumah ini, tak menengok sekalipun. Aku merasa kesepian dan merindu dirinya yang entah kemana dia. Hal yang tersisa dari dirinya hanya Angpao merah itu pemberian terakhir untukku.
"Kau pakai dan belanjakan, Ling"
Maka kubawa Angpao itu untuk keluar ke arah pasar Santa tanpa rasa kuatir biarpun Mei itu ibukota sedang membara. Kubelikan terusan rok dan sepatu warna merah kesukaanku, bersama Kopaja itu aku menyusuri jalanan yang dipenuhi manusia-manusia garang berusaha memenuhi syahwat perutnya. Didepan sana sedang memerah dan berkobar, Kopaja itu terjebak dalam kerumunan yang tak mampu menggenggam kemaluan mereka.
Terasa gelap, kelam dan menyisakan pedih kala itu.
***
Kata orang, jangan berjalan malam di depan bekas Mall terbakar itu. Banyak penampakan, konon korban-korban kerusuhan itu masih menderita dan tak mau pulang ke alamnya. Ada yang tidak sengaja pernah mendengar tangisan-tangisan serta jeritan semu dalam kegelapan saat melintas disana.
Saat malam-malam tertentu melintas Kopaja misterius didepan Mall bekas kerusuhan dulu. Ada yang melihat dalam Kopaja kosong melompong tanpa sopir, bergerak sendiri ditengah malam dan kemudian hilang diujung jalan.
Kabar burung menyebar bahwa Kopaja hantu yang waktu itu terjebak dalam kerusuhan dan dibakar massa yang beringas. Berita beredar bahwa ada korban malang didalam, seorang gadis mati terpanggang setelah diperkosa ramai-ramai oleh para penjarah cuma gara-gara melihat dia bermata sipit mungkin suka makan daging babi.
Mungkin itu hanya rumor belaka yang semata-mata dibuat sebagai pemanis basa-basi obrolan. Tapi mengapa ketika malam itu saat naik Kopaja untuk pulang kerumah, kudapati hanya diriku sendirian tanpa sopir dan penumpang lainnya melintas Mall tersebut lagi. Dan ditangan kananku masih menggenggam Angpao merah itu.
#2 Wayang Potehi Koh Abun