Hari keempat petualangan mereka dimulai dengan angin aneh yang bertiup dari dalam terowongan. Cahaya dari Peta Langit Kipaskara memudar perlahan—tanda waktu mereka kian menipis.
“Kalau kita salah arah sekarang, kita bakal kehabisan waktu,” gumam Ucup sambil menatap kompas kayu pemberian Dono Sutono, yang kini malah berputar-putar tanpa arah.
“Tenang. Kita punya insting,” kata Dontol sambil melangkah lebih dalam ke lorong batu yang menyempit.
Tiba-tiba, kabut tebal muncul dari segala arah. Suara langkah mereka terpantul, terbelah, dan bergema seolah puluhan kaki mengejar.
“Ini bukan kabut biasa…” ujar Ucup.
Dan benar. Dari balik kabut muncul sosok-sosok menyerupai orang-orang yang mereka kenal: Bu Inem, Ucok Subejo, bahkan sosok kecil Dontol waktu SD yang suka nyontek.
“Ini… masa lalu kita?” bisik Dontol.
“Bukan. Ini tipu daya,” suara berat terdengar dari belakang.