Kompas emas di altar Mata Angin Suci mulai berputar liar, lalu berhenti secara tiba-tiba. Keempat jarumnya mengarah ke empat lorong batu, masing-masing dijaga oleh simbol kuno: Api, Air, Angin, dan Tanah.
“Empat arah, tapi Dono bilang... hanya satu yang bisa membawa kita ke inti,” gumam Dontol sambil menatap simbol-simbol itu.
Boriel Junaidi maju, menunjuk ke simbol Api. “Dulu aku memilih jalan ini… dan gagal. Karena bukan keberanian yang dibutuhkan, tapi kejujuran.”
Ucup mendekati lorong bersimbol Air. “Air itu tenang… tapi bisa menenggelamkan.”
Dari belakang, terdengar suara kecil. “Kadang jawaban tidak ada di lorong… tapi di antara mereka.”
Mereka menoleh. Ternyata, Isyana Suinem muncul, wajahnya serius.