Tanpa menunggu lebih lama, Evelyn melangkah ke arah Seraphina dan Lucian, wajahnya kembali tenang seperti topeng yang telah lama ia kenakan.
“Seraphina, kau masih di sini?” suara Evelyn terdengar manis, hampir seperti alunan musik lembut, tapi ada ketegangan yang terselip di balik setiap kata. “Aku pikir kau sudah kembali ke kamarmu.”
Seraphina menoleh, senyumnya pudar saat melihat Evelyn. “Aku sedang menikmati udara malam. Tuan Lucian, baru saja menceritakan kisah menarik tentang perjalanannya di luar istana.”
“Oh?” Evelyn menoleh ke Lucian, matanya penuh arti. “Kisah menarik seperti apa, Tuan Lucian?”
Lucian tersenyum, penuh ketenangan. “Aku menceritakan legenda dari Kerajaan Luthar, tentang bunga malam yang hanya mekar sekali dalam seratus tahun. Seraphina tampaknya begitu menyukai cerita itu.”
“Benarkah?” Evelyn mengangkat alisnya, meski senyum di bibirnya tetap terjaga. “Kau selalu pandai berbicara, Tuan. Aku hanya berharap kau tak terlalu memberikan pesona kepada para pendengarmu, apalagi dengan pelayan istana seperti Seraphina.”
Seraphina merasa hawa di sekelilingnya berubah. Ada sesuatu yang dingin dan tajam dalam kata-kata Evelyn, meski terselubung rapi di balik senyuman ramah.
“Sepertinya aku sudah mengganggu percakapan kalian,” lanjut Evelyn, suaranya lembut tetapi tegas. “Seraphina, kau harus kembali ke kamarmu. Malam sudah cukup larut.”
Seraphina menatap Evelyn sejenak sebelum mengangguk pelan. “Nona benar. Terima kasih sudah mengingatkan saya.”
Lucian berdiri lebih dulu. “Semoga mimpi indah, Seraphina. Aku masih berharap untuk bertemu lagi denganmu.”
Seraphina berjalan meninggalkan mereka, tetapi ia tak bisa mengabaikan perasaan aneh yang menggelayuti hatinya. Seperti ada sesuatu yang salah, tapi belum bisa memahami sepenuhnya.
Begitu langkah Seraphina menghilang di ujung lorong, Evelyn berbalik, matanya menusuk tajam ke arah Lucian.
“Apa yang sebenarnya kau inginkan darinya?” tanya Evelyn langsung, nada suaranya berubah dingin.
Lucian tertawa kecil, seolah menikmati konfrontasi ini. “Kau terlalu curiga, Evelyn. Aku hanya ingin mengenal orang baru. Bukankah itu hal yang wajar?”
“Tidak jika orang itu adalah Seraphina,” balas Evelyn cepat. “Aku tahu kau lebih dari sekadar seorang pengelana yang menceritakan dongeng. Jangan pikir aku tidak bisa melihat niat tersembunyi di balik senyumanmu.”