Setelah bel berbunyi menandakan waktu makan selesai, para siswa mulai bersiap mengangkat piring mereka untuk dikumpulkan ke tempat pencucian. Olivia terlihat gelisah karena piringnya masih menyisakan sedikit nasi dan lauk. Dia yang sudah merasa kenyang, mencoba memaksakan makan, tapi perutnya sudah tidak sanggup.
"Aduh, gimana nih? Kalau ada sisa nanti dihukum satu meja," gumam Olivia panik sambil melirik ke arah Ruby.
Ruby hanya menggeleng, ikut cemas, tapi juga bingung harus bagaimana. Saat itu, Kak Bima yang duduk di sebelah Olivia dengan santai menawarkan bantuan. "Udah, sini. Gue yang habisin," ujarnya sambil mengambil piring Olivia.
"Hah? Tapi Kak..." Olivia tampak ragu, tapi Kak Bima hanya mengangguk sambil menatapnya.
"Santai aja. Gue juga belum terlalu kenyang kok. Daripada nanti dihukum satu meja, kan?" katanya sambil dengan cepat menyendok sisa makanan Olivia dan menghabiskannya.
Melihat itu, Ruby hanya berdecak pelan sambil terkekeh. "Wah, Kak Bima emang senior idola nih," godanya. Kak Bima hanya tersenyum kecil tanpa komentar, sementara Olivia tampak salah tingkah.
Setelah piring sudah bersih, mereka membawa piring masing-masing ke tempat pengumpulan. Tapi saat berjalan, Kak Aisyah yang ada di meja mereka menasehati Ruby dan Olivia.
"Kalian tuh ya, junior baru. Lain kali kalau ambil makanan, secukupnya aja. Jangan sampai ada sisa. Kasihan, loh, kalau sampai ada makanan yang kebuang-buang," ujar Kak Aisyah dengan nada serius tapi tetap ramah.
Ruby mengangguk cepat, sedikit merasa bersalah. "Iya, Kak. Maaf banget. Kita beneran nggak tahu kalau waktu makan cuma 15 menit."
"Iya, Kak. Janji deh, lain kali bakal lebih hati-hati," tambah Olivia.
Kak Aisyah menghela napas kecil lalu tersenyum. "Bagus. Soalnya, di sini kita diajarin untuk nggak membuang makanan. Semua itu harus dihargai. Dan kalian harus bisa bagi waktu, 15 menit tuh cukup kalau kalian nggak ngobrol terlalu banyak waktu makan."
Olivia dan Ruby saling pandang lalu mengangguk lagi. Setelah itu, mereka kembali ke meja sambil merenungkan nasihat Kak Aisyah.
"Ya udah, mulai sekarang kita lebih pinter, deh, soal ngambil makanan," bisik Ruby sambil menepuk bahu Olivia.
Olivia mengangguk mantap. "Iya, setuju. Malu banget kalau sampai dihukum gara-gara kayak tadi."
Mereka berjalan keluar ruang makan dengan langkah lebih percaya diri, siap menghadapi aktivitas selanjutnya di hari pertama yang baru saja dimulai.
Ruby menghela napas berat sambil mengikat tali sepatunya dengan sedikit kesal. "Liv, kawani aku, dong. Abangku manggil tuh. Aduh, udah tahu aku malu sama senior, malah manggil di depan ruang makan lagi. Namanya Bang Malik," ujarnya sambil menggerutu.
Olivia, yang sudah siap dengan seragamnya, tersenyum geli. "Ya ampun, Ruby. Abang sendiri kok malah canggung? Udah, ayo cepetan, biar selesai urusannya."
Mereka berdua berjalan menuju sudut gedung ruang makan B, tempat seorang pria dengan wajah manis dan postur gagah menunggu. Malik, dengan gaya santai memakai seragam teknik mesin, melambaikan tangan sambil tersenyum tipis.
"Dek Ruby, ke sini sebentar," panggil Malik dengan nada kalem.
Ruby memutar bola matanya, tapi tetap mendekat. "Ada apa sih, Bang? Tumben banget manggil di pagi-pagi begini. Kan malu dilihatin orang banyak."
Malik mengeluarkan sesuatu dari tasnya—selembar uang dan sebatang cokelat. "Nih, dari Bunda. Hemat ya, dek? Jangan jajan yang nggak penting," katanya sambil menyerahkan barang itu ke tangan Ruby.