“Kenapa, Tor! Kenapa kita ke sini! Tor! Tor! Jawab, Tor!” Air mata Nola jatuh bersama air hujan yang membasahi pipinya.
Ditarik-tariknya jaket Tory tanpa jeda. Sayangnya laki-laki itu masih membisu, ia malah lanjut menarik Nola. Mereka berlari menuju UGD yang tidak jauh dari tempat parkir. Di depan pintu UGD, ada paman Subhan dan Acil Tini berdiri rapat ke dinding, berlindung dari tempias air hujan. Wajah mereka tampak panik sekaligus kuyu.
“Papa?” tanya Nola setengah berteriak melawan suara hujan yang menjatuhi atap rumah sakit.
Acil Tini hanya mengangguk. Air matanya tidak bisa lagi disembunyikan. Begitu juga dengan Nola yang langsung dipeluk tetangga baik hatinya itu.
Air mata dan hujan sama derasnya. Paman Subhan dan Tory bukan tidak mau, tetapi tidak mampu meredakan tangis dua perempuan yang sedang berpelukan itu. Acil Tini sangat pilu memikirkan nasib Nola, yang sudah dianggapnya seperti anaknya juga selama ini.
Baik acil Tini maupun paman Subhan, mereka kompak untuk menutup mulut. Hanya seutas kata sabar yang rajin mengalir, meski berat bagi Nola untuk melakukannya.
Setelah beberapa menit, barulah gadis itu menarik diri. Bersandar ke dinding hingga melorot ke ubin rumah sakit. Tory berjongkok menggenggam tangannya, menguatkan sekuat tenaga.
“Papamu pingsan. Ini masih dicek dokter, semoga hasilnya baik-baik saja.” Kalimat paman Subhan berhasil meredakan sedikit tangisan Nola, yang berangsur berubah sedikit demi sedikit menjadi panjatan doa.
Tidak lama, seorang perawat memperbolehkan Nola untuk masuk. Ditemani Tory, Nola melangkah dengan dirangkul. Lututnya lemas bukan main. Mereka mengekori perawat yang berseragam batik berwarna biru.
Menuju salah satu meja yang mana sudah ada seorang laki-laki yang mengenakan jas dokter duduk di sana. Terlihat stetoskop tergantung di lehernya.
“Silakan duduk, saya dokter Mario. Saya sudah memeriksa pasien atas nama Nugianto Nahdan, dan hasilnya beliau terkena gagal ginjal.”
Bagai disambar petir, Nola terdiam. Pandangannya mengabur dengan tubuh gemetar. Pipinya yang memucat kembali basah.
Papa gagal ginjal?
Nola merasa di sekelilingnya berputar tak tentu arah, hingga semuanya menghitam.
***
Samar Nola mendengar namanya di panggil. Hingga suara entakkan meja menyadarkannya sepenuh jiwa. Buru-buru merapikan rambut yang pagi tadi hanya disisir seadanya.