Dosa Turunan

Tian Setiawati Topandi
Chapter #9

7.Di Tengah Keangkeran Ciamis

KEGELAPAN malam Ciamis melingkupi jalan setapak, seakan menelan segala yang ada. Alif merasakan desakan tanggung jawab yang berat saat ia mengejar dua perempuan yang jalannya begitu cepat. Setiap napasnya menjadi beban, keringat dingin mengalir di dahinya, dan bayangan pohon-pohon tinggi tampak menakutkan di bawah sinar bulan. Di bawah nyala obor yang redup, pemandangan malam yang sendu dan kabut tipis menambah kesan mistis yang menyelimuti jalanan desa Buniseuri.

Dengan langkah cepat, Alif membuntuti dua perempuan yang berjalan berdampingan sambil memegang obor. Sarti, dengan senyumnya yang hangat, terus-menerus menolak tawaran Alif untuk mengantarkan mereka, tetapi Alif tetap bertahan.

“Tidak baik perempuan berjalan berdua malam-malam seperti ini,” ujar Alif, mencoba meyakinkan Sarti.

“Rumah Ibi agak jauh. Nanti Ibi yang mengkhawatirkan kamu pulang, Nak,” jawab Sarti dengan senyuman.

“Tenang saja, Bi. Alif sudah sering melewati jalan sekitar rumah Ibi malam-malam. Insyaallah tidak apa-apa,” kata Alif dengan penuh keyakinan.

Sarti akhirnya mengangguk, dan mereka melanjutkan perjalanan. Namun, pikiran Alif terus kembali pada kejadian tadi di rumahnya. Bekas luka di leher Ba yang terlihat jelas saat angin meniupkan helaian rambutnya mengganggu pikirannya. Apakah Ba adalah perempuan yang muncul dalam mimpinya? Ketertarikan dan rasa penasaran membuncah di dalam dadanya.

Langkah mereka cepat karena Sarti tampak tergesa-gesa. Sesekali Sarti meminta Alif untuk tidak merepotkan dirinya, tetapi Alif tetap pada pendiriannya. Saat Sarti mendadak berhenti dan menyadari sesuatu, Alif ikut berhenti.

Astagfirullah, Ibi lupa,” kata Sarti, menepuk jidatnya. “Ibi harus ke rumah Mang Ohim dulu untuk meminta beras. Beras kami sudah habis.”

“Bi, kenapa tidak bilang dari tadi? Abah punya cukup banyak beras dan kami akan sangat senang membaginya,” tawar Alif.

“Ibi sudah terlalu banyak menyusahkan keluarga kalian. Lagipula, Mang Ohim membutuhkan jagung Ibi. Kami saling bertukar. Jadi, tidak apa-apa kalau kamu mau kembali pulang, atau….”

Ucapan Sarti terputus saat ia melirik Ba, yang tampak tidak bersemangat. “Atau apa, Bi?” tanya Alif, penasaran.

Lihat selengkapnya