Menjadi pelindung bukan berarti tak
pernah gagal, tapi tetap berdiri dan mencoba lagi, meski dirimu sendiri yang butuh
perlindungan.
MALAM di Ciamis begitu kelam, seolah menyembunyikan setiap jalan setapak di balik bayangan pohon-pohon tinggi. Alif mengejar dua perempuan di depannya—Sarti dan Ba—dengan langkah cepat. Keringat dingin mengalir di dahinya, sementara napasnya semakin berat. Meski nyala obor di tangan mereka memberi sedikit cahaya, bayangan mistis dan kabut tipis yang menutupi jalanan Buniseuri hanya menambah kesan menakutkan.
"Bi, tidak baik perempuan berjalan berdua malam-malam seperti ini. Saya antar sampai rumah," kata Alif, mencoba menawarkan bantuan dengan penuh keyakinan.
Sarti menoleh, tersenyum tipis. “Rumah kami tak jauh lagi, Nak. Ibi khawatir kamu terlalu malam pulang.”
Alif menggeleng. "Tidak apa-apa, Bi. Saya sudah terbiasa jalan malam di sini."
Namun, pikiran Alif terus kembali pada kejadian di rumahnya. Bekas luka di leher Ba yang tertiup angin mengganggunya. Apakah ini perempuan yang muncul dalam mimpinya? Bayangan Ba begitu kuat di benaknya, seperti ada magnet yang tak bisa ia tolak.