Dosa Turunan

Tian Setiawati Topandi
Chapter #10

8.Pintu Hati dan Pilihan

KEHIDUPAN Alif berjalan seperti biasa setelah beberapa hari kegagalan mengantarkan Ba ke rumah Sarti. Namun, sejak saat itu, Alif merasa dirinya berubah. Bayangan rambut Ba yang terkibas angin malam terus menghantui pikirannya setiap hari, setiap jam. Ia bertanya-tanya apakah dirinya terkena guna-guna perempuan bisu. Meski ada banyak gadis di desanya dan sekitarnya yang dikenalnya, hanya Ba yang terus-menerus menghampirinya dalam pikirannya. Mengapa sosok Ba juga begitu mirip dengan perempuan dalam mimpinya?

Suatu pagi, saat Alif masih termenung di depan jendela kamar, Haji Engkus muncul dari balik tirai pintu. “Ang, jug geura neang jahe geus beurang ieu teh,” ajak Haji Engkus, menyadarkannya dari lamunan. [1]

Suara Haji Engkus membuyarkan kekosongan pikirannya. Jendela yang masih tertutup tidak menghalangi cahaya matahari pagi dari mencuri masuk. Alif segera berbalik dan menatap wajah ayahnya.

“Bah, apa artinya jika kita terus memimpikan seorang perempuan? Apakah itu dosa?” tanya Alif penuh keraguan.

Haji Engkus mengamati sekeliling untuk memastikan tidak ada orang lain. Setelah itu, ia mendekat dan duduk di sisi ranjang Alif. “Kamu sudah menemukan jawaban dari salat istikharahmu?”

Alif menggeleng. “Saya tidak tahu apakah mimpi ini adalah jawaban dari salat istikharah atau tidak.”

Haji Engkus menghela napas dan menjelaskan dengan serius, “Menurut Syekh Said Ramadhan Al Buthi, salat istikharah dan mimpi tidak selalu terkait langsung. Salat istikharah adalah doa meminta petunjuk. Jika ada kemudahan, itu pertanda baik. Setelah salat istikharah, seharusnya kita bergegas melaksanakan apa yang kita minta petunjuknya jika mendapatkan kemudahan.”

Alif masih terlihat ragu. Haji Engkus melanjutkan, “Proses ta’arufmu dengan Neng Ratna begitu dipermudah. Kiai Ibrahim, ayah Ratna, memilihmu untuk putrinya. Ini sudah menjadi pertanda baik. Kamu harus segera meminang Neng Ratna.”

Lihat selengkapnya