Dosa Turunan

Tian Setiawati Topandi
Chapter #14

12.Di Balik Amarah dan Kesunyian

ALIF baru hendak berbicara, namun suara seruan membelah suasana. “Budi?!” Suara itu bergema, menarik perhatian Alif, Budi, dan semua orang di sekeliling mereka.

Dari kejauhan, terdengar deru napas emak-emak berkebaya yang melangkah cepat, disertai aroma menyengat bunga melati. Emak Amir, dengan kebaya biru tua berkilau, memimpin rombongan. Kerudungnya bergetar di tiupan angin, sementara lengan kebaya yang digulung tegas memperlihatkan urat tangan yang kasar. Wajahnya memerah, matanya melotot marah.

Di belakangnya, emak-emak lainnya membawa keranjang berisi sayuran dan rempah-rempah yang baunya menyengat, menambah ketegangan suasana.

Saat mereka mendekati Budi, tangisan Engkos semakin jelas, bersaing dengan pekikan marah Emak Amir. “Anak nakal! Kemarin kamu celakakan anak saya! Sekarang Engkos babak belur!” pekik Emak Amir, diiringi tangisan Engkos yang semakin nyaring.

“Le-lepas!” seru Budi, menggenggam erat pergelangan Emak Amir. Kuku Budi menancap, menyebabkan Emak Amir merasa perih dan melemah. Budi segera memanfaatkan kesempatan ini untuk melepaskan diri.

“Lepas!” teriak Budi. Emak Amir menatapnya dengan mata membulat, mulutnya mengerucut. “Dasar anak PKI!”

Alif melangkah maju. “Bi, tenangkan diri. Anak-anak tidak akan berbuat kasar kalau tidak diganggu dulu.”

Emak Amir membentak, “Budi pantas mendapatkan itu! Ibunya pergi, bapaknya PKI! Mereka bahaya!”

Alif menjawab dengan lembut, “Budi juga anak yatim. Kita tidak boleh membiarkan kebencian merusak kita.”

Budi berusaha menjelaskan, menoleh pada Ba. “Teh, tolong ceritakan apa yang sebenarnya terjadi!”

Namun, Emak Amir memotong, “Perempuan ini juga melempari anak-anak!”

Lihat selengkapnya