Dosa Turunan

Tian Setiawati Topandi
Chapter #15

13.Persimpangan Hati

SETELAH salat Isya di Masjid Babusalam, Alif berlari pulang, terengah-engah. Begitu masuk ke rumah, ia disambut tatapan penuh perhatian dari Ratna dan Kiai Ibrahim. Lampu minyak remang-remang menambah suasana tegang.

Ratna, dalam gaun hitam yang ketat dengan jilbab merah cerah, menatap Alif dengan tajam. Gerak-geriknya penuh percaya diri, matanya seolah tidak segan-segan meneliti setiap gerakan Alif. Senyumnya tampak sinis dan angkuh, seolah dia menilai Alif dari atas ke bawah. “Assalamualaikum, Ang,” sapanya dengan nada lembut namun penuh arti tersembunyi.

Alif merasakan ketegangan semakin mencekam. “Waalaikumsalam,” jawabnya, berusaha tampil tenang di hadapan tatapan Ratna yang tidak menunjukkan sedikit pun rasa malu.

“Aang, Teh Ratna tampak cemas,” bisik Aminah. “Jangan sampai dia menyesal denganmu.”

Alif menyikut Aminah, berharap adiknya berhenti bicara. Siti mengerutkan dahi, memberi isyarat agar mereka diam.

“Maaf malam-malam seperti ini,” kata Kiai Ibrahim, suaranya tegas. “Kegiatan pesantren padat.”

“Seharusnya kami yang datang,” jawab Haji Engkus hormat.

Kiai Ibrahim menarik napas. “Saya mendengar kabar tentang kuda gonjreng.”

Haji Engkus terkejut. “Kiai tahu?”

“Itu bukan rahasia,” jawab Kiai Ibrahim santai.

Haji Engkus tersenyum sinis. “Hanya kabar burung.”

“Aminah mendengar suara tapak kuda malam kemarin,” kata Aminah dengan gemetar.

Lihat selengkapnya