Dosa Turunan

Tian Setiawati Topandi
Chapter #14

12.Persimpangan Hati

Tak ada pilihan yang bebas dari risiko.

Jangan takut memilih, karena yang

 terpenting adalah berani melangkah,

bukan selalu benar.

 

SELESAI salat Isya di Masjid Babussalam, Alif berlari pulang, mengatur napas yang terengah-engah. Begitu memasuki rumah, suasana tegang segera menyambutnya. Lampu minyak yang redup hanya menambah ketegangan, memancarkan bayangan samar di dinding bambu. Di ruang tamu, Ratna duduk anggun dengan jilbab merah cerah dan gaun hitam yang membalut tubuhnya dengan rapi. Di sampingnya, Kiai Ibrahim duduk dengan sikap tenang. Senyum tipis Kiai Ibrahim dan tatapan Ratna yang tajam membuat Alif merasa seperti tengah dipertimbangkan dan dihakimi sekaligus.

"Assalamualaikum, Ang," sapaan Ratna terdengar lembut namun seolah menyiratkan sesuatu yang lebih dari sekadar salam biasa.

"Waalaikumsalam," jawab Alif, mencoba menyembunyikan rasa gugupnya di bawah tatapan tajam Ratna. Ada ketegangan di udara, seolah Ratna menilai setiap gerakan Alif dengan penuh perhitungan.

Aminah, adik Alif, yang duduk tak jauh dari situ, berbisik pelan. "Aang, Teh Ratna cemas. Jangan sampai dia menyesal denganmu."

Alif menyikut pelan Aminah, berharap adiknya tidak menambah ketegangan yang sudah terasa. Siti, ibu mereka, mengerutkan kening, meminta anak-anaknya diam dengan tatapan penuh peringatan.

Kiai Ibrahim, dengan nada tenang namun penuh wibawa, mulai berbicara. "Kami datang malam ini bukan hanya untuk bersilaturahmi, tapi juga untuk mendengar jawaban dari Alif mengenai ta'aruf. Kami memahami bahwa Alif ingin memberikan jawaban setelah khatam Al-Qur'an."

Haji Engkus, yang duduk di sudut ruangan, mengangguk hormat. "Iya, Kiai. Alif sedang dalam proses. Kita harap tak lama lagi."

Ratna yang sejak tadi diam, tersenyum tipis, namun tatapan matanya tidak meninggalkan Alif. Alif merasa semakin tertekan dengan situasi ini. Ia tahu, harapan semua orang tertuju padanya, namun di dalam hati, ia masih merasa ragu.

Lihat selengkapnya