Dosa Turunan

Tian Setiawati Topandi
Chapter #19

17.Dialog Hutan Larangan

DI HUTAN larangan yang rimbun, Ba dan Alif duduk saling berhadapan. Suara gemericik daun dan nyanyian malam menyelimuti mereka dalam keheningan yang tenang. Wajah Ba tampak penuh beban, sedangkan Alif duduk dengan penuh perhatian, siap mendengarkan.

“Aku,” suara Ba bergetar saat ia mulai berbicara, “sejak kecil aku merasa hidupku sangat tidak adil. Aku harus menanggung dosa orangtuaku yang tidak pernah mereka buat. Kenapa harus ada hukuman seperti ini hanya karena aku lahir dari mereka?”

Alif mendengarkan dengan seksama, menatap Ba dengan empati. “Aku paham, Ba. Kadang, hidup memang tidak adil dan kita harus menghadapi hal-hal yang tidak kita pilih. Rasa tidak adil itu sering kali membuat kita merasa tertekan dan bingung.”

Ba mengangguk, air mata mulai mengalir di pipinya. “Di sekolah, aku dicemooh dan dijauhi. Ketika aku mencoba membuat KTP, semuanya dipersulit. Aku bahkan kesulitan mendapatkan pekerjaan. Sepertinya seluruh dunia melawan aku hanya karena aku lahir dari orangtuaku.”

Alif menatap Ba dengan penuh perhatian. “Perasaan seperti itu bisa sangat menghancurkan. Tapi sering kali, kita merasa seperti ini bukan karena kita sendiri yang salah, melainkan karena dunia sekitar kita belum siap untuk menerima perbedaan.”

Ba melanjutkan, “Aku seharusnya bisa bernyanyi, tapi aku tidak bisa. Menyanyi adalah hal yang aku cintai, tapi aku terpaksa menjadi gadis bisu. Aku menciptakan teror kuda gonjreng karena aku ingin orang-orang merasakan sedikit dari penderitaan yang aku alami. Biar mereka merasakan ketakutan yang aku rasakan setiap harinya. Itu adalah cara aku untuk menyatakan ketidakadilan yang aku rasakan.”

Lihat selengkapnya