Dosa Turunan

Tian Setiawati Topandi
Chapter #31

29.Kunci Pembuka Dosa

Hari ini, aku tidak lagi menjadi huruf tegak lurus seperti bentuk huruf hijaiyah pertama. Ismail Mawardi, lelaki itu, menjadi bayangan yang meruntuhkan keberanianku sebagai seorang Alif. Perasaan ini menggelora, tak bisa kubendung lagi.

 

Mei 1998

 SEKARANG, aku duduk di sofa ruang tamu, memegang sebuah buku catatan usang dengan tangan gemetar. Buku ini, yang kutemukan di rumah, ternyata milik seseorang yang sangat familiar. Ruangan di sekelilingku terasa semakin sunyi, hanya terisi oleh desah napas beratku. Selama berjam-jam, dari pagi hingga matahari mulai merangkak ke siang, aku terjebak dalam kesunyian yang mencekam, larut dalam kisah yang tidak pernah terduga ini.

Di luar jendela, sinar matahari yang menembus tirai tipis menambahkan kilau lembut pada debu yang melayang di udara. Aroma kayu lapuk dari perabotan lama menyatu dengan bau kertas usang yang menguar dari buku catatan ini. Kunci rumah yang awalnya aku kira menjadi penghalang semangatku untuk mengikuti demonstrasi, ternyata justru mengantarkanku pada penemuan yang mengubah segalanya. Aku menemukan kunci masa lalu yang membuat hatiku hancur berkeping-keping.

Gadis yang disebut-sebut dalam catatan ini sebagai Ba, ternyata adalah ibuku, Larasati Banarwari. Aku tidak pernah tahu bahwa orangtuanya, kakek dan nenekku, adalah tahanan politik PKI. Selama ini, kepalaku dipenuhi dengan kebencian terhadap mereka yang terlibat dalam PKI, menganggap mereka sebagai monster tanpa hati. Kini, kenyataan ini menghancurkan segala keyakinan dan prasangka yang kupegang selama ini.

Mungkin inilah alasan mengapa Ibuku tidak pernah membiarkanku menonton film G30S/PKI yang selalu diputar setiap tahun pada 30 September. Rasa malu dan kesedihan menyatu dalam diriku, meruntuhkan segala anggapan yang selama ini kupegang teguh.

***

Ta kecil duduk di lantai ruang tamu, matanya terpaku pada televisi yang menyala. Gambar hitam-putih dari film G30S/PKI memancarkan adegan pertempuran yang intens, diiringi suara tembakan dan ledakan yang menggetarkan. Bagi Ta, film ini adalah hiburan seru, penuh aksi dan drama yang menggugah adrenalin.

Tiba-tiba, musik "Genjer-Genjer" mulai mengalun dari speaker TV. Suara musik yang ceria dan penuh nada-nada melankolis itu memecah keheningan, menambah intensitas adegan perang di layar. Tanpa peringatan, Ibu, yang baru pulang dari pasar dengan tas belanja di tangan, langsung bergegas ke arah TV.

“Sudah Ibu bilang jangan menonton film ini!” Ibu berteriak dengan nada yang penuh kemarahan, suaranya melengking dan terdengar tegas, membuat Ta terkejut. Wajah Ibu merah padam, matanya menyala dengan kemarahan yang belum pernah Ta lihat sebelumnya. Aroma sayuran segar dari tas belanja Ibu menyatu dengan bau keringat dan kemarahan yang memancar dari tubuhnya.

Lihat selengkapnya