Dosa Turunan

Tian Setiawati Topandi
Chapter #34

32.Ingar dan Kesunyian

“Bagi Ibu, baik Mail—ayah yang kamu tahu—maupun Alif—pria yang kamu kenal dari catatannya—adalah dua sosok yang tak bisa dipisahkan dari hidup Ibu.”

 

November 1977

DALAM sunyi yang menusuk, Ba, gadis yatim piatu itu, menemukan secercah kebahagiaan yang tak terduga. Kegembiraan itu bersumber dari seorang pemuda, Alif, yang secara diam-diam meresap ke dalam hidupnya, seakan mengerti dan menghapuskan kepedihan yang telah lama membungkam suaranya. Dengan ketulusan yang murni, Alif seakan menjadi pelindung yang tak tampak, namun terasa di setiap hembusan angin dingin yang menyentuh kulit Ba. Suaranya adalah bisikan lembut dalam gelapnya malam, janjinya adalah pelita di tengah kehampaan yang menyelimuti hidup Ba. Dentuman langkah kaki Alif adalah keamanan, melawan ketidakadilan yang mengintai dari segala arah.

Sebelum Alif, Ba berada dalam kesunyian yang menyesakkan. Hari di mana orangtuanya dituduh sebagai anggota PKI adalah hari pemakaman sejatinya. Sejak saat itu, hidupnya hanyalah bayangan yang melayang di antara puing-puing kehampaan. Ia terjebak dalam limbo, hidup tapi mati, mati tapi hidup—keberadaan yang penuh dengan kesakitan yang tak pernah terucap.

Pengucilan di desanya sangat mencolok. Ketika Ba melangkah ke pasar, bisik-bisik kasar terdengar dari belakang: "Dia anak PKI, jangan dekat!"

 Di rumah, ia melihat mata-mata penuh kebencian dari balik jendela yang tertutup rapat. Di jalan, teman-temannya yang dulu akrab kini menjauhkan diri, menjadikannya seperti hantu. "Kau tak punya tempat di sini," sindir seorang anak saat Ba mencoba bergabung dalam permainan yang dulu mereka mainkan bersama. Suara tawanya yang riuh seolah lenyap seketika saat langkahnya mendekat. Dengan setiap tatapan sinis dan bisikan kejam, rasa asing dan kehilangan menempel pada Ba seperti jaket dingin yang tak pernah lepas.

Ba memiliki ketakutan mendalam terhadap malam. Bagi Ba, malam selalu membawa kejadian besar dan menakutkan. Saat ia terakhir kali melihat orangtuanya, itu terjadi setelah Mak’e menyanyikan lagu Genjer-genjer di malam hari dan dituduh sebagai PKI. Malam itu juga yang membawa kengerian saat Alif diusir dari Desa Buniseuri karena teror kuda gonjreng di malam hari. Bagi Ba, malam seolah bermusuhan dengannya, selalu menjadi waktu di mana bencana dan ancaman datang.

Namun, ada secercah harapan yang tak ternilai. Keluarga Mail Tonggos menjadi tempat perlindungan yang nyata bagi Ba. Pa’le Tori, yang menyelamatkannya dari malam penangkapan, mengantar Ba ke rumah Mail Tonggos. Di sana, Ba merasakan kehangatan dan rasa aman yang telah lama hilang.

Lihat selengkapnya