Dosa Turunan

Tian Setiawati Topandi
Chapter #35

33.Gelap dan Cahaya

DI DAPUR kontrakan sempit mereka, aroma tempe goreng yang baru matang mengisi udara, berpadu dengan bau keringat Ba yang lelah. Sambil mengaduk tempe di penggorengan, pikirannya melayang ke masa-masa awal pernikahan mereka. Alif dulu selalu ceria, penuh semangat, dan sangat perhatian. Tapi kini, dia lebih banyak diam, menahan amarah di dalam dirinya. Setiap kali marah, Alif tidak meledak, tapi pergi. Membuat Ba bingung dan resah.

Budi, anak yang mereka tolong di desa, duduk di sudut ruangan dengan pandangan kosong. "Teh, kemarin Mas Mail bilang, kalau aku mau disekolahin sama dia,” ujar Budi dengan nada pelan, seperti merasa bersalah karena memberitahu.

Ba tersenyum kecil, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. “Alhamdulillah, Bud. Tapi, jangan bilang dulu ke Ang Alif, ya? Biar nggak tambah berat pikirannya.” Budi mengangguk pelan, meski tampak bingung.

Ba tahu bagaimana perasaan Alif tentang Mail. Diam-diam, dia bisa merasakan bahwa suaminya tidak suka ketika Mail terlalu sering muncul dalam kehidupan mereka, membantu ini dan itu. Tapi Ba mencoba menenangkan diri—mungkin Alif hanya lelah, mungkin dia hanya perlu waktu untuk mencerna semuanya.

Tiba-tiba, terdengar ketukan keras di pintu. Ba buru-buru membuka, dan di depan pintu berdiri Pa'le Tori dengan beberapa orang yang membawa sebuah mesin jahit tua.

"Assalamualaikum, Ba. Ini mesin jahit buatmu," katanya sambil tersenyum hangat.

Ba terkejut, matanya berkaca-kaca. "Pa’le, kenapa repot-repot bawa ini? Aku nggak enak..." Suaranya bergetar.

“Jangan sungkan, Nduk. Mesin jahit ini sudah nggak dipakai di rumah. Daripada nganggur, lebih baik kamu pakai untuk bantu Alif,” jawab Pa'le Tori lembut.

Ba tersenyum, berterima kasih sambil merasa sedikit lega. Tapi jauh di dalam hatinya, ada rasa cemas yang tak bisa ia abaikan. Bagaimana jika Alif tidak suka dengan ini?

 

***

Lihat selengkapnya