Pagi-pagi sekali Elda terbangun untuk mendiamkan adiknya yang bangun lebih awal. Adik kecilnya yang baru saja genap satu tahun itu harus ia urus sendiri setelah kedua orangtuanya meninggal karena gempa bumi lima bulan lalu di kampung halamannya. Saat itu Elda memang merasa hal buruk akan terjadi, sebab sudah berbulan-bulan ia tak pernah pulang. Namun ketika keinginannya untuk pulang semakin kuat, kedua orangtuanya malah melarangnya. Dua hari kemudian, kampung halaman Elda telah luluh lantak dengan tanah. Bencana hari itu menelan puluhan korban jiwa, tanpa terkecuali kedua orang tua Elda. Beruntung adik kecilnya waktu itu sedang di rumah nenek yang berada di kota lain.
“Eldaa, diamkan adikmu aku mau belajar!” teriak kakak tingkat yang kamarnya bersebelahan dengan Elda.
“I-iya, Mbak. Maaf ya”
“Eldaa ini air panas sudah matang, cepat diangkat aku mau masak!” seru yang lain saat mendapati air yang dipanaskan Elda mendidih.
“I-iya, Mbak. Sebentar”
Keseharian Elda selalu saja diawali dengan tangis bayi dan komplain penghuni kos mahasiswa kampusnya. Gejolak paginya selalu diisi pertentangan batin yang dirasakannya. Sebagai kakak, ia harus mengutamakan kebutuhan adiknya. Namun sebagai adik tingkat, ia juga harus sadar posisinya untuk menurut kakak tingkat yang jelas lebih berkuasa.
“Yola, mandi yuk” ajak Elda pada adik bayinya. Meski tau Yola tidak akan menjawabnya, tapi Elda yakin perasaan mereka terhubung. Yola kemudian berguling seakan ingin menghindari kakaknya, tapi Elda tidak semudah itu menyerah merayu adik kecilnya. Waktu pagi Elda selalu terkuras dengan usaha membujuk Yola mandi.
Setelah melewati pagi yang melelahkan, Elda bersiap untuk sholat dan mengaji. Kebiasaan yang diajarkan kedua orangtuanya tak bisa ia lupakan begitu saja karena berkaitan dengan hablu min-Allah. Yola juga selalu tenang ketika mendengar kakaknya mengaji hingga membuatnya tertidur. Ketika Yola tidur, tibalah waktu Elda menyiapkan kebutuhan kuliahnya. Mulai dari menyetrika sampai mengerjakan laporan yang belum terselesaikan. Sebagai mahasiswi biologi, Elda selalu direpotkan dengan praktikum dan laporan yang hadir tanpa henti.
Saat jam menunjukkan pukul setengah delapan, Elda bergegas untuk pergi kuliah. Bagi Elda, kuliah pagi selalu merepotkan. Ia harus tiba lebih awal untuk mengerjakan tugas cepat-cepat di kampus dan tak bisa lebih lama bersantai di kos. Yola kecil yang ditinggalkan Elda mencari ilmu harus dititipkan ke orang lain untuk sementara. Betapa beruntungnya Elda ketika ibu kos yang tinggal di rumah sebelah mau merawat adiknya, meskipun ada harga yang harus ia bayar.
“Elda.. anu.. jadi gini..” buka Ibu Kos saat Elda akan menitipkan adiknya seperti biasa, “ibuk ini sering dapat komplain dari teman kamu. Katanya ituloo.. eh.. anu..”
Sikap ibu kos Elda yang tidak biasa itu nampak jelas ingin membicarakan sesuatu, namun ragu untuk menyampaikannya. Eldapun berinisiatif menebak apa yang akan disampaikan ibu kosnya, “adik saya ya, Buk? Maaf ngge, sepertinya emang suka ngerepotin”
“Itu loh El, Ibuk itu mau bilang kamu harus pindah kos. Kuping ini rasanya sampe budeg dapet komplen dari tetangga kamarmu tiap hari” sahut Bapak Kos yang sibuk mengurus burung peliharaannya di samping ibu kos. Elda terhenyak mendengar kalimat bapak kosnya barusan.
“Eh Bapak ini lo, mbokya sopan sedikit. Elda ini sudah baik ke kita loh” elak Ibu Kos yang merasa tak enak hati dengan apa yang diutarakan suaminya. Walaupun ibu kos mencoba menutupi, tapi sebenarnya Elda mulai paham arah pembicaraan kali ini.
“Ngge Bu, saya paham kok. Memang rencana juga mau cari yang lebih dekat kampus jadi kalau jalan kaki cepet sampai” ujar Elda berbohong. Mau bagaimana lagi? Memang selama ini Elda banyak merepotkan sekelilingnya.
“Santai saja, Nduk. Carinya agak lama juga ndak apa” ucap Ibu Kos dengan rendah hati bercampur perasaan enggan sembari menggendong Yola.
Elda pun berpamitan berangkat kuliah dengan mencium tangan Ibu dan Bapak Kosnya. Pasangan suami istri pemilik kos itu sudah dianggap sebagai orang tua sendiri bagi Elda. Elda melangkahkan kaki meninggalkan rumah mereka. Dalam hati ia mengumpat habis-habisan bapak kos yang tidak pernah suka dengannya sejak membawa bayi dalam kos. Hal yang paling menyakitkan adalah saat bapak kos mengatakan Yola adalah anak haram milik Elda.