Range Rover berbelok pelan memasuki halaman parkir sebuah penginapan yang berdiri di pinggir jalan utama Pangeran Tirtayasa.
Kin turun dari mobil dan berjalan beberapa langkah di bawah malam yang tak berawan. Dia mencari tempat yang paling bagus untuk memandang bangunan penginapan bergaya pedesaan tersebut dari sudut yang paling tepat—papan nama yang menggantung di atas pintu masuk yang memproklamirkan kata-kata SELAMAT DATANG DI LOSMEN DHANANJAYA tampak begitu mencolok.
Hari ini adalah hari yang sangat istimewa bagi Kin. Butuh dua puluh lima tahun bagi—atau seumur hidup—untuk bisa mengunjungi penginapan peninggalan kakek buyutnya itu.
Tampilan depan Losmen Dhananjaya meneriakkan farmhouse style. Tampak dinding bata dan sentuhan furnitur kayu menghiasi bagian depan penginapan. Sementara bagian atapnya didesain khas ala farmhouse yang berbentuk segitiga. Desain yang menerapkan suasana pedesaan yang tenang.
Tempat ini sudah lama berdiri. Menurut cerita Yudi, Losmen Dhananjaya sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda, tepatnya tahun 1938.
Losmen Dhananjaya dibangun pertama kali oleh kakek buyut Kin, Anca Dhananjaya. Lalu diwariskan kepada kakek Kin, Bukit Dhananjaya. Davin Dhananjaya—ayah kandung Kin—seharusnya menjadi pewaris ketiga penginapan tersebut, karena dia adalah anak laki-laki pertama dari Bukit—seperti yang sudah diwasiatkan Anca Dhananjaya; bahwa pewaris Losmen Dhananjaya adalah anak laki-laki pertama dari pewaris sebelumnya. Namun, entah karena alasan apa, Davin menolak wasiat itu. Tentu saja penolakan Davin membuat Bukit Dhananjaya marah besar. Perdebatan sengit antara keduanya pun terjadi dan berakhir dengan keputusan Davin pindah ke Jakarta.
Setelah beberapa saat memandangi bangunan Losmen Dhananjaya, Kin kembali menghampiri Range Rover untuk mengambil tas ransel hitamnya, lalu berjalan bersama Gavin dan Leta menuju pintu utama penginapan.
Gavin berdecak kagum saat melewati taman kecil yang keberadaannya memisahkan teras dan halaman parkir Losmen Dhananjaya. Taman itu ditata bebatuan dengan ukuran, jenis, dan warna yang beragam. Berbagai batu mulai dari kapur, koral, hingga granit terdapat di taman itu. Elemen natural lain seperti batang kayu yang telah mati juga ditambahkan untuk menambah nilai estetika. Lalu, tanaman kaktus, kamboja, dan bambu Jepang dihadirkan sebagai oasis ditengah-tengah komposisi bebatuan. Tentu saja, siapa pun penggagas kehadiran taman itu, dia sudah sukses menghadirkan elemen yang menyegarkan di halaman depan Losmen Dhananjaya.
Bagian dalam penginapan dipenuhi furnitur dari kayu, lantainya marmer, dan dindingnya berwarna putih. Pengaruh kolonial terlihat pada jendela-jendela besar yang memperlihatkan taman kecil dan halaman parkir penginapan.