Gita tengah bersiap, hari ini ia akan mengambil surat keputusan dosen pembimbing. Semester lalu, ia dan mahasiswa tingkat tujuh telah mengajukan permohonan pengajuan dosen pembimbing dan proposal skripsinya. Di surat tersebut berisi judul skripsi mahasiswa yang sudah di-acc oleh dosen mata kuliah Seminar dan memilih tiga dosen pembimbing yang diinginkan. Di surat ini akan berisi satu dosen pembimbing mahasiswa tersebut yang telah ditentukan oleh kaprodi.
Ia tengah mengenakan jilbab ketika pesan WhatsApp masuk ke ponselnya, sekilas ia melihat notifikasinya itu dari Lidya, mungkin Lidya sudah sampai di kampus.
“Mau ke kampus, Git?” Tanya suara di sebelahnya.
“Iya Ka, aku hari ini mau ambil surat tugas pembimbing, deg-degan banget, pengen tau aku dapat dospem siapa.” Gita menjawab pertanyaan Emma, salah satu teman kosnya yang sudah bekerja.
“Semangat ya!” Emma menepuk-nepuk bahu Lidya sambil membawa secangkir cokelat panas.
“Makasih Kak! Eh, Kakak ga ngantor?”
“Aku ada meeting nanti jam 1:30 di Sentul sama bosku, jadi ntar agak siangan baru berangkat langsung ke sana.”
“Berati nyantai-nyantai dulu ya nih Ka, masih jam 8 ini,” Gita yang sudah rapi mengenakan jilbab kini sedang membereskan tasnya.
“Nyantai-nyantai apaan, ini bahan buat meeting aja belom kelar lagi aku akalin gimana caranya sebelum jam 10 udah selesai karena jam 10 nanti udah harus aku laporin ke atasanku. Ini mah sama aja kayak masuk pagi, lebih pagi malah.” Emma menjawab kesal sambil sesekali meniup cokelatnya yang masih mengepul. Gita tersenyum-senyum mendengar jawaban kakak kosannya itu. Ia lantas mendekatinya dan menepuk pundaknya.
“Semangat ya Ka!” Mereka berdua tertawa.
“Dasar si Gita!” Emma menjawil pipinya. “Yaudah sana berangkat, aku mau menyendiri di ruang sepi ini tanpa diganggu oleh mahasiswi-mahasiswi centil yang tiap hari kerjaannya suka bikin usil.”
“Puisi oleh Emma Fauziah” Gita membalas celotehan Emma, mereka tertawa kembali.
“Eh, emang tinggal aku sendiri ya?” Sambil mengenakan arlojinya Gita melongok kanan kiri melihat rumah kosnya sudah sepi.
“Iya tinggal kamu doang, yang lain udah berangkat dari jam 7 tadi.” Balas Emma.
“Yaudah aku berangkat ya Ka, bye!” Gita langsung meloyor ke luar sambil membawa sepatunya.
“Daah, jangan lupa pintu pagar tutup trus kunci!” Emma setengah berteriak mengingatkan Gita yang sudah di luar kosan.
“Iya Kak!” Gita berteriak dari luar.
----------------------------------------
Jarak kampus dari kosan Gita sekira 100 meter, ia dan teman-teman satu kosnya biasa berjalan dari sana. Ada empat mahasiswi yang mengekos di rumah itu dan satu karyawan, yaitu Emma. Empat mahasiswi yang mengekos di sana berbeda-beda jurusan maupun fakultas, sehingga Gita jarang jalan berbarengan dengan mereka ke kampus. Apalagi sekarang Gita sudah tidak ada perkuliahan lagi, sedangkan tiga mahasiswi lainnya masih terhitung juniornya, akan makin jarang saja ia ke kampus bersama mereka.
Selama perjalanan ke kampus Gita melewati beberapa tempat umum dari sepanjang kosannya menuju kampus. Ada rumah makan sederhana, rental komputer atau warnet, pedagang kaki lima yang tengah mangkal, maupun rumah kosan lain. Ada juga toko klontong serta agen gas dan galon. Tidak ketinggalan dua supermarket rival yang berdiri berseberangan. Ada pula ibu tukang sayur yang setiap pagi selalu menyapa mahasiswa yang sedang lewat menuju kampus. Barusan saja Gita menyapanya dan ibu tersebut menjawab dengan berbagai panggilan kesayangan serta doa agar generasi muda kini dapat membawa perubahan lebih baik di Indonesia. Setidaknya dapat membuat petani-petani Indonesia mendapat harga yang layak untuk hasil panen mereka.
Di ujung jalan sebelah kanan menuju jalan raya utama, terdapat ruko yang berisi mulai dari klinik kecantikan, salon, binatu, hingga kafe. Di sebelah kiri berdiri megah masjid kampus, terdapat lapangan tak terpakai yang cukup luas di belakangnya. Setiap malam minggu serta sabtu dan minggu pagi, digelar pasar kaget di lapangan tersebut. Lapangan itu masih milik kampus yang belum dimanfaatkan, sehingga setiap malam dan pagi tersebut dari jam enam sampai jam 10 dibuatlah pasar dadakan, atas seizin pihak kamus tentunya. Gita dan teman-teman kosnya sering ke sana setiap pagi sehabis olahraga, dan malam mingguan di sana bersama teman-teman kampusnya.
Daerah tempat Gita mengekos memang bisa dikatakan yang paling strategis dibanding kos-kosan kampus lainnya. Tidak perlu jauh-jauh untuk membeli kebutuhan primer karena semua tersedia di sini.