Cahaya mentari merambat masuk kedalam kamar seorang wanita yang kini masih terlelap. Melalui celah celah jendela dan tirai di kamarnya, sang mentari menyapa wanita itu. Dia Tasya Amelia Putri. Panggil saja Tasya. Sinar mentari menyilaukan matanya yang nampak enggan untuk terbuka.
Ceklek
Pintu kamarnya terbuka, menampakkan seorang wanita paruh baya yang berjalan mendekati tempat tidur putrinya, bisa di yakini itu bunda Tasya, namanya Rita. Sejenak ia menatap putri semata wayangnya itu kemudian menggeleng gelengkan kepalanya. Ia mendaratkan bokongnya disamping Tasya.
"Tasya, bangun sayang" bunda membangunkan Tasya dengan mengusap kepala Tasya lembut.
Tasya mengerang. Berusaha membuka matanya yang nampak malas untuk bangun pagi pagi seperti sekarang ini. Bundanya tetap berusaha membangunkannya. Menghempaskan selimut putrinya salah satu cara yang ia lakukan.
"Kamu gak mungkin mau terlambat kesekolahkan? Udah jam tujuh loh" seketika Tasya bangun, menatap bundanya kaget. Tanpa basa basi ia langsung berdiri dan mengambil handuknya kemudian berjalan menuju wc yang berada didalam kamarnya dengan terburu-buru. Bunda Rita terkekeh melihat tingkah putrinya.
Selepas menghilangnya Tasya dari balik pintu kamar mandi, bunda Rita pun ikut beranjak pergi meninggalkan kamar Tasya.
30 menit telah berlalu, Tasya benar benar kelimpungan memakai semua aksesoris sekolahnya, dari dasi, gesper, hingga mencari keberadaan topinya.
'Matilah aku, makin terlambat ini. Pasti Adam udah ninggalin aku' gumam Tasya disela-sela mencari topi sekolahnya. Dan akhirnya ketemu. Tasya kemudian buru-buru mengikat rambutnya yang masih tergurai rapi dengan asal karena terburu-buru. Setelah merasa semuanya lengkap ia mengambil tas yang berisikan buku baru dan juga almamater sekolahnya yang berwarna biru.
Tasya segera turun kebawah untuk berpamitan dengan bunda Rita dan ayah Ridwan.
"Bunda! Ayah! Tasya berangkat!" Teriaknya saat melihat diruang makan ada bunda dan ayahnya yang menyantap makanannya. Ayah dan Bundanya langsung menatap Tasya yang kini memakai sepatunya.
"Sarapan dulu Tasya" Bunda Rita kemudian berdiri, mengambilkan satu piring lagi dan menatanya diatas meja lalu mengisinya dengan sesendok nasi goreng yang telah ia buat.
Tasya menatap bundanya. "Gak bisa bunda. Tasya buru-buru. Udah telat banget ini" ucap Tasya tergesah-gesah.
"Baru jam setengah tujuh loh, masa udah telat aja" ucap Ayah Ridwan yang masih menatap Tasya. Tasya yang mendengar ucapan ayahnya langsung terkejut. 'Wah, sialan. Bunda ngerjain aku rupanya' Tasya menatap sinis kearah bundanya disana yang malah tertawa.
"Ah, Bunda iseng banget sih ngerjain Tasya" Ia kembali membuka sepatunya dan berjalan menuju meja makan.
Bunda Rita hanya terkekeh pelan. Kemudian mempersilahkan Tasya untuk duduk. Cewek itu langsung mendaratkan bokongnya dikursi dan mengambil sendok yang ada dipiringnya lalu mulai menyendokkan nasi itu kedalam mulutnya.
Ting Ting Ting.
Bel rumah terdengar sampai keruang makan Tasya. Ia kemudian melayangkan tatapan tanya kepada bundanya. Bunda yang mengerti maksud tatapan itu mengedikkan bahunya yang berarti tak tau.
"Biar bunda cek"
Bunda langsung menuju keruang depan dan membuka pintu. Tepat saat pintu terbuka, disana terlihat seorang pria yang mengenakan seragam yang sama dengan Tasya. Pria itu langsung tersenyum ketika mendapati bunda yang membuka pintu, tak lupa bunda membalas senyumannya.
"Assalamualaikum Bunda" salam pria itu kemudian mengamit tangan kanan bunda lalu menyaliminya.
"Waalaikumsalam"
"Tasya mana bun?"
"Ada didalam. Masuk dulu Dam, ikut sarapan bareng" ajak bunda dan langsung dibalas anggukan oleh Adam. Yah namanya Adam. Adam Setiawan Pratama.
Bunda kemudian berjalan duluan diikuti Adam yang mengekori jejak bunda.
Adam tersenyum melihat disana ada Tasya yang asik makan dan tak menyadari kehadirannya. Sedetik kemudian Adam tersenyum jahil. Nampaknya ada sebuah ide yang muncul di otaknya. Ia mulai mengendap-ngendap berjalan menuju kursi Tasya, dan...
Yyyahhh!!!!
Tasya menjatuhkan sendoknya bersamaan dengan tepukan keras di pundaknya yang membuatnya terkejut. Tasya langsung mengelus-elus dadanya. Jantungnya memompa dua kali lebih cepat dari biasanya. Dibelakangnya sudah ada Adam yang tertawa tanpa rasa bersalah sedikitpun. Bahkan bunda dan ayahnya ikut tertawa melihat kejadian barusan, seolah terbiasa dengan kejadian ini.
Tepat ketika Tasya sudah menetralkan rasa terkejutnya, ia langsung membalikan badannya. Ia menatap Adam yang masih terus tertawa. Tanpa basa basi Tasya langsung berdiri dan menarik rambut Adam tanpa ampun.
"Awwss. Lepas Sya, sakit tau gak!" Keluh Adam. Ia berusaha melepaskan tangan Tasya dari rambutnya.
"Gak mau! Iseng banget sih pagi-pagi ngagetin. Untung aku gak punya riwayat penyakit jantung"