"Dokter Salsa, ada pasien baru tuh di bed satu!" ujar ibu Yanti, perawat senior di IGD. Karena Salsabila dokter baru, masih harus diberi tahu oleh beliau kalau ada pasien baru. Ia belum terbiasa dengan ritme kerja di IGD ini.
Salsabila baru tiga hari jaga di IGD, sudah mulai terasa suka dukanya. Namun, ia menyukai pekerjaannya. Rasanya menyenangkan bisa melakukan sesuatu untuk orang-orang yang sedang menderita karena sakit.
Seperti pasien di bed satu ini, anak remaja yang jatuh dari motor. Ada luka robek di betisnya. Salsabila meminta Aidil, salah seorang perawat, untuk jadi asisten saat menjahit luka tersebut.
Aidil memberikan suntikan berisi obat anestesi. Salsabila menyuntikkan di pinggir luka, agar ketika dijahit nanti tidak sakit.
"Ini jarum steril dan benangnya, Dok! Nanti saya bantu gunting," sahut Aidil sambil senyum-senyum. Salsa melirik padanya.
"Kenapa Mas Aidil senyum-senyum gitu sih?" tanyanya.
"Kalau dokter Salsa yang jaga, kenapa jadi banyak pasien luka ya?" ledeknya.
"Iih, itu sih kebetulan aja. Jangan ngedoain kayak gitu. Kasihan pasiennya kalau pada luka."
"Kitanya juga repot, Dok! Mana hari ini jaga sama bu Yanti. Salah dikit, panjang ceramahnya. Ngalahin Mamah Dedeh," sahutnya. Mau enggak mau Salsabila jadi tersenyum juga.
Diliriknya ibu Yanti yang sedang duduk di meja perawat. Dia memang sosok yang tegas tapi juga sangat teliti dan perhatian pada pasien. Hanya saja perawat juniornya takut sama beliau, soalnya sering kena omel kalau salah sedikit saja.
Selesai hecting(1) Aidil yang melanjutkan menutup luka pasien tersebut dengan kasa dan mengobati luka memar di bagian tubuh lainnya.
Sedangkan Salsabila menulis resep obat. Kemudian ia melakukan anamnesa dan periksa pasien di bed lainnya.
Tahu-tahu Salsabila merasa ada yang memperhatikan dari belakang. Ia menoleh. Jantungnya langsung berdegup kencang. Angga lagi bersandar di tembok dekat bed pasien itu.
"Eh, Kak Angga kok ada di sini?" tanyanya riang.
"Hari ini aku jaga ruangan, Sal."
"Berarti sampai besok pagi ya?"
Angga mengangguk dan tersenyum memamerkan lesung pipitnya.
"Kamu nanti pulang sama siapa?" tanya Angga sambil mengikuti Salsabila ke meja dokter.
"Nanti dijemput ayah. Kenapa Kak?"
"Gak apa-apa, khawatir aja kalau kamu pulang malam sendirian. Oh ya, udah makan malam belum? Aku mau ke kantin nih."
Salsabila tersenyum. Dia melihat jam tangannya.
"Tunggu aku sebentar lagi ya, Kak. Selesai pasien ini dulu. Dokter yang jaga malam udah dateng sih, jadi bisa keluar sebentar. Aku juga mau cari makan," jawabnya.
"Siapa dokter yang jaga malam?"
"Dokter Budi, Kak. Dokter dari Bandung," jawab Salsabila.
"Oh iya, itu temen SMA aku. Tumben dia dateng lebih awal. Kak Angga ketemu dia dulu ya."
"Iya, itu dia ada di kamar jaga!"
Angga mengancungkan jempolnya, lalu berjalan ke arah kamar jaga.
Salsabila tersenyum senang karena bisa ngobrol akrab seperti ini dengan kak Angga. Padahal tadi sudah disiapkan bekal sama ibu, tapi Salsabila memilih ikut kak Angga ke kantin. Kapan lagi bisa makan bareng senior yang dia sukai.
Dia masih ingat, tujuh tahun lalu, waktu ada acara orientasi mahasiswa baru. Salsabila sering sekali dikerjai oleh senior. Setiap minta tanda tangan pasti disuruh nyanyi dulu. Cuma Angga yang sukarela memberikan tanda tangan tanpa permintaan apapun. Bahkan Salsabila dikasih tanda tangan beberapa teman seangkatannya yang lain.
Angga juga selalu bersedia jadi mentor buat kelompok belajarnya Salsabila. Semua sahabat-sahabatnya tahu banget kalau dia suka sama Angga. Karena itu kalau Angga lewat, pasti semua langsung kasih kode ke Salsa.