Begitu turun dari mobil, Salsabila merapikan pakaian dan jilbabnya. Jantungnya masih belum bisa diajak kompromi, masih saja denyutnya berpacu.
Salsabila memegang kedua pipi, lalu berkata,"Bismillah ... Semua akan baik-baik saja!"
Dilihatnya Angga yang baru selesai memarkir mobil, berlari kecil ke arahnya.
"Masuk yuk! Mama dan Papaku sudah nunggu," ajak Angga.
Salsabila mengikuti langkah Angga ke dalam rumahnya yang besar. Banyak guci dan pajangan antik di dalamnya. Ada pigura besar yang berisi foto keluarga mereka.
"Sal, kata Mama di ruang tengah aja biar suasananya santai!"
Salsabila mengangguk sambil tersenyum, walaupun kenyataannya ia masih super tegang menghadapi keluarganya Angga. Jelas dari status sosial pun mereka berbeda.
"Ma, Pa ... Ini Salsabila, yang Angga ceritain kemarin. Sal, ini keluargaku. Mama dan Papa. Kak Sofyan, kamu udah kenal kan. Sama Putri, adikku, dia baru mau internship di Cilegon."
Kak Sofyan lagi duduk di sofa depan televisi sambil ngemil bersama Putri. Dia hanya senyum-senyum sambil melambaikan tangan.
"Assalamu'alakum ...," ujar Salsa sambil tersenyum kikuk.
"Ayo, ke sini, Nak! Santai aja ...," panggil ayah Angga. Mengajak mereka duduk di sofa.
"Pacar kamu yang dulu kemana, Angga? Siapa namanya, Kayla?" tanya Mama Tiwi, ke Angga.
Angga langsung mendengus kesal dan menatap mamanya. Ayahnya menepuk halus lengan istrinya.
"Ini ada Salsabila, kok malah tanya yang lain. Kamu ini sikapnya aneh!" tegur suaminya. Mama Tiwi langsung merengut.
Salsabila jadi agak sedih dengan awal perjumpaannya dengan Mama Tiwi. Ia merasa mamanya kak Angga tidak menyukainya.
"Jadi Salsabila dulu satu kampus dengan Angga ya?"
"Iya, Om ...."
"Dia satu tingkat di bawah Angga, Pa. Lulusan terbaik juga, sering dapet beasiswa," ujar Angga. Salsabila malu diperkenalkan seperti itu, jadi dia menunduk saja.
"Wah, hebat dong. Om senang kalau punya menantu pintar, nanti cucu-cucu Om bisa ikut pintar."
"Ah, gak gitu juga, Pa. Aku cuma tamatan D3. Tapi anakku dokter semua kan," timpal Mama Tiwi.
Suaminya melirik, gusar.