“Keluar....keluar....keluar...!” terdengar teriakan dari luar gerbang. Suara motor meraung-raung menambah riuhnya suasana.
Satpam membuka gerbang. Tanpa permisi lagi, sekitar enam sampai delapan orang itu langsung masuk ke dalam pabrik. Mereka langsung menyuruh keluar semua yang ada di pabrik. Tidak terkecuali. Aku pun ikut keluar.
Di luar aku melihat banyak sekali orang-orang yang sedang konvoi di jalan. Mereka memakai baju dari berbagai serikat buruh.
Aku dan teman-teman kerjaku hanya duduk-duduk saja di depan pabrik. Tidak ikut konvoi dengan mereka. Semua pabrik-pabrik di sekitar situ dimasuki rombongan konvoi.
Mereka menyuruh berhenti bekerja , untuk ikut bergabung berkonvoi atau hanya berkerumun di depan pabrik masing-masing. Yang pasti, hari itu mereka meminta tidak ada yang bekerja.
Aku jadi teringat kalimat penutup pada salah satu buku tipis yang sempat kubaca dulu, kalimat itu berbunyi: Kaum buruh sedunia, bersatulah! Mungkin seperti inilah yang dimaksud kalimat itu. Kaum buruh bersatu untuk tidak bekerja dengan melakukan sweeping pada setiap pabrik.
Hari itu 1 Mei 2006. Dan itu bertepatan dengan hari buruh sedunia.
Konon peringatan ini berawal dari sebuah peristiwa pada 1 Mei 1886, kaum pekerja di Chicago yang menuntut pengurangan jam kerja yang tadinya mereka bekerja 16 sampai 19 jam per hari menjadi 8 jam perhari. Bukan hanya jam kerja, tetapi mereka menuntut juga upah yang layak.
Demonstrasi ini sangat besar, hampir melibatkan 100 ribu orang pekerja selama empat hari. Ratusan pekerja tewas dalam peristiwa itu.
Gelombang demo buruh terjadi dimana-mana. Tidak hanya di Tangerang, demo itu juga terjadi di: Jakarta, Medan, Bandung, Semarang, Batam, Manado, Denpasar, Malang, Lampung, dan Surabaya.
Tuntunan mereka sama: menolak revisi Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang konon isinya merugikan kaum buruh. Entahlah, aku tidak tahu pasti isi dari undang-undang itu.