Di antara kota-kota yang ada di propinsi Jawa Barat, kota Sukabumi adalah kota dengan wilayah paling kecil.
Konon nama Sukabumi kali pertama digunakan oleh Andries Christoffel Johannes De Wilde, seorang administratur perkebunan kopi dan teh dari Belanda. Pada salah satu tulisannya, De Wilde menuliskan nama Sukabumi, tempat di mana dia menginap. Padahal waktu itu dia berada di Cikole.
Kemudian De Wilde meminta pada seorang temannya yang bernama Nicolaus Engelhard untuk mengajukan nama Sukabumi sebagai pengganti Cikole pada Gubernur Hindia Belanda yang pada waktu itu dijabat oleh Thomas Stamford Raffles. Dan akhirnya disetujui oleh Raffles.
Kita tahu bahwa Raffles yang ini juga yang menulis buku History of Java. Sebuah buku tentang sejarah Jawa yang sangat tebal. Sembilan ratus delapan halaman!
Gunung Gede tampak menjulang terlihat dari balik kaca jendela Bus Pandu Jaya yang kutumpangi dari Kali Deres.
Jalan yang berkelok-kelok, naik-turun, membuat perutku mual. Kenapa jalan ke Sukabumi tidak dibikin rata saja? Demikian rutukku dalam hati.
Perut semakin tidak bisa diajak kompromi. Keringat dingin sudah keluar semua. Mata terasa berair. Kepala pusing.
Kukeluarkan air minum dalam kemasan dari kantong plastiknya dengan tergesa-gesa, takut tidak keburu. Karena lonjakan di perutku semakin kuat. Kupasang kantong plastik itu pas di depan mulutku.
“Hooookkk.......!” Semburan bubur ayam bekas sarapan tadi pagi langsung berpindah tempat. Mengisi kantong plastik itu.
Beberapa pasang mata langsung tertuju padaku.
Aku bisa menilai secara psikologis orang-orang yang sekendaraan dengan aku. Akan beragam perasaan mereka terhadap aku.
Ada yang merasa kasihan. Ada yang merasa terganggu. Ada yang masa bodo. Dan, ada juga yang ikut muntah. He he he.
Jika ada yang merasa kasihan karena aku muntah itu disebut Simpati. Ya, simpati adalah perasaan kasihan terhadap sesama. Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani dari kata sympaths. Syn dan phatos. "Syn" merupakan kata dalam bahasa Yunani yang memiliki arti "bersama-sama" dan "pathos" yang berarti "perasaan," Jadi, simpati adalah bersama-sama merasakan.
Jika ada yang merasa terganggu dan jengkel dengan muntahan aku. Itu disebut dengan: Antipati. Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani dari kata antipath . Anti dan phatos. "Anti" merupakan kata depan yang memiliki arti melawan dan "pathos" yang berarti "perasaan," Jadi, antipati adalah melawan perasaan yang harusnya ada terhadap sesama. Ini bisa disebabkan banyak hal. Mungkin karena dendam sejarah atau dendam masa lalu. Atau juga hal lainnya.
Kemudian yang ketiga adalah orang yang yang masa bodo dengan kondisi aku. Mau muntah kek , mau engga kek. Terserah. Begitu pikirnya. Orang dengan perasaan seperti ini, secara psikologis disebut dengan: apatis. Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani dari kata apath . A dan phatos. "A" merupakan kata depan yang memiliki arti tidak dan "pathos" yang berarti "perasaan," Jadi, apatis adalah orang yang tidak punya perasaan.
Dan yang terakhir adalah orang yang ikut muntah dengan aku ketika aku muntah. Ini dinamakan: Empati. Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani dari kata empaths . Em dan phatos . "Em-" memiliki arti "ke dalam" dan "pathos" berarti "perasaan," Jadi, Empati adalah tidak hanya merasakan, tetapi juga ikut terlibat baik secara fisik maupun psikis dengan sesama.
Dengan memahami kondisi psikologis bagaimana rasa atas sesama dari setiap manusia di sekeliling , kita akan mudah menilai tingkat kepedulian kepada sesama. Ada di wilayah mana orang tersebut rasa atas sesamanya. Ada di simpati, antipati, apati, atau kah di empati. Kita tinggal melihat dari gestur tubuh dan tindakan yang dia lakukan.
Sama seperti yang aku lakukan ketika mabuk kendaraan sampai muntah. Aku dengan mudah menakar rasa atas sesama orang yang ada dalam kendaraan itu.
Tingkat tertinggi rasa atas sesama ada di wilayah empati. Ya, inilah sikap yang menjadikan manusia lebih manusia.
Empati secara genetis diturunkan oleh orang tua kita. Tetapi dia bersifat dinamis, bukan statis. Karena itu empati bisa dikembangkan dan ditingkatkan. Ya, empati bisa kita latih dengan selalu mencermati hal-hal yang terjadi di sekitar kita. Banyak situasi yang memerlukan empati.
Secara intrinsik, manusia adalah makhluk sosial. Makhluk yang selalu bergantung dengan sesama. Atau dalam istilah Aristoteles : Zoon Politicon. Dari pertama lahir, sampai dia ke liang lahat selalu memerlukan bantuan orang lain. Bantuan ini akan datang dengan sendirinya jika dalam setiap diri manusia mengidap empati.