DRAFTER: Sebuah Perjalanan

Ade Imam Julipar
Chapter #21

BELAJAR DARI PENGALAMAN

Di era Milenial, Smartphone sudah menjadi kebutuhan dasar manusia, di samping : Sandang , pangan , dan papan.

Apalagi di zaman yang serba online seperti sekarang . Komunikasi, Informasi, dan Hiburan dengan mudah diakses menggunakan Smartphone.

Hampir semua orang memilikinya. Bahkan ada yang memiliki lebih dari satu. Mungkin karena tingkat mobilitas dari beberapa orang itu yang tinggi, sehingga perlu beberapa Smartphone untuk meng-cover-nya.

Dalam setiap Smartphone, ada beberapa fitur yang ditanam untuk memudahkan aktivitas penggunanya. Diantara fitur yang tersedia adalah: Kalkulator.

Ya, dari Smartphone yang murah sampai yang mahal, dari yang jadul sampai yang High End, dari yang bentuknya simple sampai yang mewah, fitur kalkulator tersedia.

Dari fitur kalkulator di Smartphone inilah tulisan berangkat.

Pada suatu siang yang tidak terlalu panas, aku kebetulan memerlukan datang ke satu proyek yang ada di Palembang untuk meeting on site.

Ketika meeting berlangsung, ada perhitungan yang muncul. Perhitungan itu: 5 ditambah 5 dikali 5. Atau dalam notasi aritmatika: 5 + 5 X 5. Secara refleks, otak langsung menghitung: 5 ditambah 5 hasilnya 10. Kemudian 10 dikali 5 hasilnya 50. Jadi, di otak aku ketika itu muncul angka 50 hasil dari perhitungan 5 + 5 X 5.

Untuk make sure, aku pun mengambil Smartphone, kemudian membuka fitur kalkulator. Aku ketikkan di kalkulator 5 + 5 X 5. Apa yang terjadi setelah aku menekan tanda sama dengan di kalkulator? Angka yang muncul di layar Smartphone ukuran 5,5 inchi itu sungguh di luar dugaan. Ternyata angka yang muncul adalah : 30. Bukan angka 50 seperti yang muncul di bawah tempurung batok kepala aku.

Apakah ada yang error di kalkulator Smartphone aku? Dengan rasa penasaran aku pun mengambil kalkulator manual Merk Citizen yang ada di kiri meja meeting. Aku input 5 + 5 X 5. Hasilnya? Ternyata 50. Sama persis seperti hitungan di otak aku. Tetapi kenapa kalkulator di Smartphone aku menampilkan angka lain.

Dengan rasa penasaran tinggi, aku meminta orang yang hadir di meeting yang berjumlah 8 orang itu untuk menghitung 5 + 5 X 5 di kalkulator Smartphone-nya masing-masing. Hasilnya: 30. Sama persis dengan hasil di kalkulator Smartphone aku.

Dari kejadian aneh itu, akhirnya aku menemukan jawaban. Dan jawaban ini sebetulnya pelajaran aritmetika dasar. Mungkin waktu meeting itu, aku terkena Brain Fog (pengkabutan pikiran), sehingga secara reflek menjumlahkan itu mengindahkan apa yang disebut dengan: urutan operasi hitung.

Dalam operasi aritmatika, dikenal urutan operasi hitung. Urutan operasi hitung adalah aturan yang harus dipakai dalam menyelesaikan soal-soal perhitungan aritmatika, sehingga hasil perhitungan yang didapat oleh semua orang akan sama.

Urutan operasi hitung dari yang harus didahulukan sampai yang harus dihitung belakang adalah: Tanda Kurung, Perpangkatan dan Akar Bilangan, Perkalian dan Pembagian, dan yang terakhir Penjumlahan dan Pengurangan.

Jadi, cara yang benar untuk menghitung 5 + 5 X 5 adalah 5 dikali 5 dulu. Ini yang pertama dihitung, kemudian baru ditambah dengan 5. Karena sesuai urutan operasi hitung perkalian dulu baru penjumlahan.

Inilah sistem hitung aritmatika dasar yang ditanam di kalkulator Smartphone.

Tunggu, tunggu. Tapi kok itu yang di kalkulator manual berbeda ya hasilnya? Ini terjadi karena beda proses penginputan. Kalkulator manual proses perhitungannya berdasarkan per input. Jadi, ketika aku menginput 5 ditambah 5, itu dulu yang dihitung walaupun aku tidak menekan tanda sama dengan, hasil sudah ter-record= 10. Kemudian ketika aku menekan tanda kali dan angka 5, maka yang terjadi hasil input pertama (10) dikalikan dengan 5, sehingga hasilnya 50.

Cara kerja ini sama persis dengan cara kerja otak aku ketika menghitung menggunakan otak di meeting tersebut. Sama-sama menggunakan cara: Manual. Memproses per input.

Sedangkan proses perhitungan kalkulator di Smartphone menggunakan metode perhitungan setelah semua diinput, maka hasilnya baru muncul.

Dengan mengetahui aturan urutan operasi hitung, aku tidak akan terjerambab dalam kesalahan perhitungan seperti yang aku alami.

Matematika sangat penting untuk mengasah cara berpikirku. Dan juga sangat membantu memahami dunia nyata dengan lebih baik.

Ini senada dengan yang pernah dikatakan Prof. Dr. F. Susilo, SJ, seorang Professor of Mathematics dari Sanata Dharma University Yogyakarta, bahwa: "Matematika bukan hanya kumpulan angka, simbol dan formula yang tidak ada hubungannya dengan dunia nyata. Sebaliknya, matematika tumbuh dan berakar di dunia nyata."

Pun dengan Urutan Operasi Hitung, aku bisa aplikasikan di kehidupan sehari-hari. Paling tidak, aku tidak melakukan kesalahan hitung ketika membeli sesuatu karena menambahkan dulu baru mengalikan, bukannya mengalikan dulu baru menambahkan, sesuai dengan urutan operasi hitung.

***

Pada suatu makan siang, aku menyantap nasi padang bungkus. Karena beberapa teman kantor memesan nasi padang ke Office Boy yang biasa membeli makan siang, aku pun ikut-ikutan memesan. Pertimbangan aku, supaya Office Boy-nya hanya membeli pada satu tempat.

Kalau aku memesan Ayam Karawaci atau ayam geprek Pak Gembus, nanti dia harus membeli dibeberapa tempat. Sedangkan waktu sudah jam 11.30. Takutnya tidak keburu.

Aku ambil piring untuk alas bungkusnya. Tak lupa mengambil segelas air ukuran besar di dispenser. Aku campur air panas dengan air dingin. Biar hangat.

Dengan lahap, nasi padang bungkus itu sudah beralih ke kantong perut aku. Padahal lumayan banyak juga nasinya. Ya, nasi padang yang dibungkus akan lebih banyak nasinya dibandingkan jika kita makan di tempatnya.

Konon secara historis, dulu ketika Indonesia mengalami masa-masa sulit dilanda krisis ekonomi, pemilik rumah makan padang ini terpanggil rasa kemanusiaannya. Mereka menambahkan nasi lebih banyak bagi para pembeli yang dibungkus. Dengan begitu, pembeli itu bisa berbagi dengan orang serumah.

Tradisi heroisme di Sumatera Barat (Baca: Padang) tidak melulu berkutat pada nama-nama: Tan Malaka, Agus Salim, Rasuna Said, Hamka, Hatta, Imam Bonjol, dan Yamin. Tetapi heroisme menjulur ke akar-akar rumput masyarakat : Para pedagang nasi padang.

Bahkan kali pertama orang menyebut rumah makan padang dengan sebutan: Rumah Makan Ampera.

Ampera disini akronim dari: Amanat Penderitaan Rakyat. Frasa yang pernah diungkapkan Oleh Bung Karno pada salah satu pidatonya.

Bahkan restannya sampai sekarang masih banyak kita temui rumah makan padang dengan nama: Ampera.

Nasi padang bungkus yang aku makan juga dibeli dari rumah makan padang bernama Ampera di daerah Tangerang dekat kantor.

Dan nasi padang bungkus itu sudah berpindah ke perut hampir tak tersisa.

Ketika akan membuang bungkus nasi padang yang tak ada isinya lagi itu ke tempat sampah, disinilah masalah terjadi. Apa yang terjadi? Bekas bungkus nasi padang itu aku simpan di wastafel, sedangkan piringnya aku lempar ke tempat sampah.

Kadang setiap kita akan mengalami kurang konsentrasi dan tidak fokus pada satu waktu tertentu. Mungkin penyebabnya banyak faktor. Bisa jadi itu disebabkan: Kurangnya asupan oksigen ke otak, dehidrasi, atau juga gangguan persepsi.

Nah, sialnya, aku siang itu mengalaminya.

Secara psikologis, apa yang aku alami ini disebut dengan brain fog. Pengkabutan pikiran.

Pikiran kita seolah-olah tertutup kabut tebal, sehingga dia tidak bisa berpikir jernih, tidak fokus, kurang konsentrasi, penurunan daya ingat, dan terjadi disfungsi kognitif.

Kalau aku analisis, brain fog yang menimpa aku akibat kelelahan selama dua tiga hari ini. Ya, ada beberapa pekerjaan yang menyita otak yang harus aku selesaikan tepat waktu. Sehingga di makan siang tadi terjadi titik kulminasi kecapaiannya.

Mungkin apa yang aku alami tidak seberapa dibanding orang tua di Youtube yang sempat viral beberapa waktu lalu.

Orang tua itu tertangkap CCTV ketika sedang mengambil uang di ATM. Nah, lucunya, struk yang keluar dari mesin ATM dia masukkan ke dompet, sedangkan uangnya dia buang di tempat sampah di samping mesin ATM.

Ya, orang tua itu terkena brain fog juga. Dia tidak bisa berpikir jernih mana yang harus dimasukkan ke dompet, dan mana yang harus dibuang ke tempat sampah.

Setelah kejadian siang itu, aku jadi perlu mengatur ulang ritme kerja yang aku lakukan. Jangan sampai kelelahan dalam bekerja. Sehingga fokus dan konsentrasi akan tetap terjaga.

***

 

Lihat selengkapnya