Rasanya tak ada yang bisa menyaingi panas di hari ini. Seluruh siswa yang sedang berjalan di koridor atau pun sekadar duduk-duduk di depan jendela merasakan apa yang Gamal rasakan saat itu. Panas. Sepertinya matahari memang sedang amat murka pada makhluk bumi yang suka seenaknya. Gamal setuju untuk menghukum mereka, tapi tidak melibatkan dirinya juga.
“Sial, kenapa panas sekali sih?” gumam seseorang di samping Gamal, membuat si siswa dengan otak paling encer itu menoleh.
Ia mendapati Theo, tengah susah payah mengipasi punggungnya dengan buku prakarya miliknya. Peluh bercucuran dari pelipis Theo, hingga rambut ikalnya terlihat begitu lepek.
“Heh, kau pikir buku ini tidak berguna apa?” kata Gamal tak santai setelah memukulkan buku tersebut ke punggung Theo.
“Aku kan hanya pinjam, dasar pelit.”
amal tak memerhatikan Theo lagi setelah itu. Fokusnya si lelaki berkacamata itu hanya kepada soal-soal simulasi ujian yang sedang ia kerjakan. Bahkan ketika temannya itu menghilangkan pun Gamal tak sadar.
Sekolah sebenarnya sudah selesai beberapa saat yang lalu, hanya saja, bagi Gamal mengerjakan soal sehabis jam sekolah adalah waktu yang paling tepat. Setidaknya ia masih bisa mengingat beberapa pelajaran yang di sampaikan gurunya. Namun yang paling penting karena suasana kelas yang sedikit lebih tenteram.
Sebenarnya Gamal bisa saja mengerjakan latihan soal itu di perpustakaan atau mungkin di rumah. Tapi sayang di kedua tempat itu tidak terdapat papan tulis. Ia kurang suka belajar di tempat yang tak memiliki papan tulis. Hal itu karena setiap ia lupa rumus atau kehilangan jawaban, ia bisa menatap papan tulis dan dengan ajaib sekelebat bayangan rumus-rumus tadi akan muncul di otaknya.
Canggih bukan.
"Mikha, kau lihat Theo?" tanya Gamal begitu ia selesai mengerjakan beberapa soal latihannya pada seorang siswa lain yang tersisa.
"Tadi dia bilang akan menemui Dani." Teman sekelasnya itu menjawab dengan nada lurus, yang sebenarnya tak begitu di sukai oleh Gamal. Itu membuat Mikha sedikit terdengar seperti seseorang yang sedang kesal karena tidak mau diganggu, pikirnya.
Mikha sendiri adalah satu-satunya murid yang bisa tahan seharian di kelas. Bukan karena dia kutu buku atau penggila belajar seperti Gamal, tapi karena setiap pulang sekolah ia harus menunggu sampai Chandra dan kawan-kawannya pulang.