ISTANA Kaisar Hashin sudah berada dalam genggaman Arthur. Kota Girima juga dilaporkan telah ditaklukkan oleh para kolvar. Prajurit-prajurit Hashin yang masih hidup, baik itu angkatan bersenjata maupun bayangan Girima sudah dipastikan disita senjatanya dan dimusnahkan. Mereka semua sudah menyerah.
Satu masalah lagi, dan misi ini selesai.
Ditemani Vanessa, Rohan, dan Ranca, Arthur menyusuri koridor istana menuju balairung di mana Kaisar Rui kemungkinan berada. Andai situasinya berbeda, mungkin Arthur akan lebih menikmati keindahan interior bangunan ini. Lukisan-lukisan, patung-patung, serta pernak-pernik khas Hashin bernilai tinggi terpajang dan tertata dengan apik di segala tempat.
Langkah Arthur lalu terhenti di hadapan sebuah pintu yang terlihat lebih mencolok dibanding pintu-pintu lain. Terlebih terdapat dua bayangan Girima yang menjaganya.
“Kumohon minggir,” pinta Arthur. “Sudah cukup banyak pertumpahan darah.”
Namun mereka justru menghunuskan pedang. Arthur pun mengela napas. Tanpa mengulur waktu lagi ia langsung maju menghadapi dua orang tersebut dan berhasil membuat keduanya pingsan.
Pintu itu pun ia buka. Di baliknya, terlihat seorang pria tua berpakaian sutra sedang duduk di atas singgasana ditemani seorang bayangan Girima yang berdiri di sampingnya.
“Sejujurnya saya tak menyangka Anda akan ditemukan semudah ini, Kaisar Rui. Jujur saya sempat mengira Anda sudah diam-diam pergi meninggalkan istana atau setidaknya bersembunyi dalam ruangan-ruangan rahasia di istana ini,” kata Arthur. “Apa yang sudah Anda rencanakan?”
“Tidak ada,” jawab sang Kaisar. “Di luar sana ribuan prajuritku gugur membela negara dan kota ini. Dan Anda mengira saya lari dan bersembunyi? Anda kira pemimpin macam apa saya ini?”
Pemimpin yang luar biasa, tentu saja. “Girima sudah kami ambil alih. Wildur-wildur lain juga akan segera kami kerahkan dalam jumlah besar untuk mencegah agar tidak ada pasukan dari kota lain di Hashin maupun aliansi dari negara lain untuk memberontak. Kalian sudah kalah. Sekarang saya mohon Anda ikut dengan saya.”
Kaisar tertawa sinis. “Sudah serendah itu harga diri kalian rupanya. Langsung menggunakan makhluk-makhluk itu tanpa tanggung-tanggung padahal tahu bahwa kini kami kekurangan pasukan karena perang sebelumnya. Sebegitu berhasratnyakah kalian untuk menang?”
“Tidak,” jawab Arthur. “Kami berhasrat untuk menegakkan keadilan.”
“Keadilan?” Kaisar tertawa. “Ribuan nyawa melayang hanya karena satu nyawa, kau sebut itu keadilan? Ternyata benar yang kudengar, kau ini teramat naif, Arthur Alfrega.”
Arthur tertawa. “Orang yang menodai janji perdamaian malah mengataiku naif.”
Kaisar menghela napas. “Sepertinya sia-sia saja menjelaskan semuanya padamu.”
Bayangan Girima itu kemudian maju ke hadapan Arthur dan kawan-kawan.
“Biar saya yang menghadapinya, Tuan Alfrega,” Vanessa J. Gantz mengajukan diri.
“Tidak usah,” jawab Arthur. “Biar aku saja. Jangan tersinggung, Vanessa, tapi kau bukan tandingannya. Kau lihat syal merah di lehernya? Itu merupakan tanda bahwa dia adalah pemimpin Bayangan Girima. Orang ini amat berbeda levelnya dengan orang-orang yang kau hadapi di luar sana.”
Arthur bertanya pada pria bertopeng itu. “Bisa kau jelaskan mengapa salah satu bawahanmu bisa membunuh presiden kami?”
“Bukan kami pelakunya.”
“Lalu bagaimana kau menjelaskan—”
“Cukup!” pria itu membentak. “Aku sudah muak mendengar itu semua. Percaya atau tidak bahwa kami bukan pelakunya sudah terlambat. Angkat pedangmu, Arthur Alfrega! Jika kau ingin membawa Kaisar, langkahi dulu mayatku.”
“Baik,” jawab Arthur. “Majulah.”
Pria itu pun bergerak dengan sangat cepat dan mengayunkan pedangnya ke Arthur. Gerakannya begitu gesit dan sulit dilihat sehingga hanya seperti siluet hitam yang meliuk-liuk. Luar biasa.
Arthur pernah membaca di Catatan Merah tentang seorang bayangan Girima yang mampu bergerak begitu cepat yang mungkin melebihi bayangan Girima lainnya. Orang itu dijuluki Sang Bayangan, Jonathan Kagemaru. Ini adalah kali pertama Arthur berhadapan dengannya. Dan kemampuan Jonathan benar-benar membuat Arthur terkesan. Orang ini lah yang menggantikan posisi Edmund Tendo sebagai Pemimpin Bayangan Girima di tahun 1380 yang tewas di tangan Gallant Orgosh Walmar.
Beruntung Arthur sering melatih mata dan gerak tubuhnya sehingga ia cukup bisa mengimbangi gerakan Sang Bayangan. Ayunan pedang Jonathan Kagemaru begitu liar dan mengakibatkan energi vidranya memancar ke mana-mana.