USAI keluar dari pintu gerbang kastel, Arthur diingatkan oleh salah seorang prajurit untuk menghadiri pemakaman teman-teman yang gugur yang akan langsung diadakan satu jam lagi. Tentu saja Arthur menyanggupi permintaan itu.
Namun sebelum itu, ada satu tempat yang terlebih dahulu ingin ia kunjungi.
Arthur pun melaju dengan sedan merahnya meninggalkan Kastel Isvar. Meninggalkan semua kegilaan.
Namun di tengah jembatan Fity, seseorang berdiri menghalangi lajunya.
“Mau apa Anda?” tanya Arthur.
“Boleh aku menumpang?” tanya Windhra. “Sampai halte barat saja.”
“Bagaimana Anda tahu saya hendak ke barat?”
“Oh? Aku benar? Astaga, kebetulan sekali.” Orang tua itu tertawa, lalu langsung masuk ke mobil tanpa menunggu jawaban Arthur.
“Mau apa Anda sebenarnya?”
Windhra terlihat bingung. “Bukankah tadi sudah kukatakan? Aku ingin menumpang sampai halte barat. Ayo, ayo bergegas, Nak. Kita menghalangi jalan.”
Arthur pun kembali memacu mobilnya dengan enggan. “Bukankah Anda selalu.... Eh, biasanya Anda berkendara dengan apa?”
“Kenapa? Aku tidak boleh menumpang di mobilmu?”
Arthur tak menjawab.
“Aku tahu, aku tahu. Kau kecewa padaku karena aku termasuk salah satu tersangka pembunuhan Frans Sullivan.”
“Anda ingin mengatakan bahwa Anda bukan pelakunya?” Arthur menatapnya dingin.
Windhra menghela napas “Aku tahu kau takkan percaya padaku, Arthur. Yah, mau dikata apa. Siapa yang sudi percaya pada omongan seorang terduga pembunuhan.”
“Mengapa selama beberapa tahun Anda mengamati kediaman Presiden?” tanya Arthur.
Windhra mengamatinya selama beberapa detik. “Belum saatnya kau tahu, Arthur. Belum saatnya.”
“Maksud Anda apa?”
“Nanti kau akan tahu.”
“Anda selalu berkata begitu.”
“Lihat, kan? Sifat tak sabaranmu itu yang membuatku berpikir dua kali untuk memberitahumu semuanya. Apalagi saat ini dirimu sedang dilanda emosi.”
“Kalau begitu mengapa Anda tidak jujur pada Maffrey yang jelas-jelas berhak untuk tahu?”
“Karena itu dapat membahayakan nyawanya.”
Arthur tertegun. “Maksud Anda?”
“Sudah kubilang nanti kau akan tahu, Arthur.” Orang tua itu lalu bertanya, “Mengapa kau mau dimintai Orgosh memimpin penyerangan ke Girima?”
Arthur tak menjawab.
“Biar kutebak, untuk pembuktian diri? Kepada siapa? Yang jelas bukan kepada Orgosh. Kau sudah cukup membuktikan dirimu kepadanya.”
“Bagaimana Anda bisa tahu semuanya?”