Dragana

Jufan Rizky
Chapter #1

Prologue

SUDAH hampir sampai. Perjalanan dua hari via laut yang serasa bagai neraka pun akhirnya usai juga. Igor Dalaghor tidak sia-sia berjuang melawan rasa bosannya, rasa jenuhnya, rasa mual yang tak jarang menghampiri, dan tentu saja rasa ngeri tatkala ombak besar sekali-sekali menerjang. Semua itu kini terbayarkan.

Tidak. Masih belum. Perjuangan sebenarnya baru dimulai sekarang.

Waktu menunjuk pukul 1 lewat 10 malam. Waktu yang tepat untuk penyusupan.

“Krastov, kita berhenti di sini,” kata Igor. “Kita bisa terlihat kalau terlalu dekat. Kurasa aku bisa menyelam dari sini.” Igor kemudian langsung mengenakan peralatan menyelam yang telah disiapkannya.

“Kurasa tak masalah kalau kuantar kau sedikit lebih dekat,” ujar Krastov yang khawatir. Ia selalu khawatir. “Pulau itu masih agak jauh menurutku.”

“Tidak perlu, Krastov. Aku sudah terbiasa menyelam. Dan suplai udara yang kumiliki seharusnya lebih dari cukup untuk sampai ke pulau itu. Terlalu dekat akan sangat berisiko.”

“Ini semua sudah sangat berisiko.”

“Krastov Baxill, kita sudah membicarakan ini.”

“Dan aku tidak pernah setuju, Igor Dalaghor.”

Tapi kau tetap mengantarku. Igor menepuk pundak teman baiknya. “Aku akan kembali, kawan,” katanya. “Aku akan kembali membawa ‘itu’ bersamaku. Kau lihat ini?” Igor memperlihatkan seperangkat alat elektronik kecil yang ia ikat dengan tali agar bisa dikalungkan di lehernya. “Dengan ini, semua akan berjalan lancar.”

“Izinkan aku memastikan kau benar-benar mengingat ini, Igor: secara hukum, evolg adalah milik Irion. Mereka sudah membeli hak miliknya secara sah.”

“Itulah cacatnya Para Peneliti pada era itu,” balas Igor kesal. “Mereka terlalu gampang teperdaya oleh uang hingga sudi menjual wildur lengkap dengan evolg.”

“Itu semua demi menghentikan perang besar yang kalau dibiarkan bisa merambah ke perekonomian benua Lorgoth, Igor.”

“Ah, sudahlah,” tukas Igor. “Tidak ada gunanya mengungkit masa lalu. Lagi pula, Krastov temanku sayang, ini bukan evolg. Lihatlah, bentuknya berbeda. Ini murni temuanku sendiri.”

“Dengan komponen serupa. Dengan fungsi yang sama. Kau bisa dipidana, Igor. Bahkan lebih buruk, kau bisa dihukum mati.”

“Tidak jika aku berhasil,” ujar Igor yakin. Igor pun telah siap dengan perlengkapannya. Ia berkata, “Kalau aku tidak kembali sampai matahari terbit, segeralah pulang dan peringatkan yang lain.”

“Lalu mereka akan membunuhku.”

“Tidak,” jawab Igor. “Mereka tidak akan melakukan itu, Krastov. Percayalah. Mereka akan mengerti. Mereka seharusnya mengerti.”

Dasar Krastov.... Ia selalu khawatir.

Igor Dalaghor lalu melompat dari kapal kecil itu, dan mulai menyelam menuju pulau tujuan.

Musim panas. Tanggal 29, bulan Wilica, tahun 1375 Xalin. Ini akan jadi hari bersejarah bagi Ducain, khususnya bagi Para Peneliti, Igor membatin dengan semangat.

Tanpa buang waktu, pria berumur 36 tahun itu mengaktifkan alat peluncur yang terpasang di kakinya hingga pulau yang seharusnya baru bisa dicapai dalam waktu lebih dari satu jam dengan berenang biasa itu dapat ia raih dalam waktu kurang dari setengah jam. Bersyukurlah kau pernah menjadi bagian dari organisasi yang isinya orang-orang cerdas, Igor.

Setibanya di darat, Igor pun melepas perlengkapan menyelamnya dan meletakkannya di tempat yang menurutnya aman. Ia memperhatikan sekeliling sembari bersembunyi di balik karang. Mungkin aku berbakat jadi agen rahasia.

Pulau Dragana. Pulau beribu kekayaan. Pulau tanpa jam tidur karena tak peduli siang atau malam, para pekerja terus menggali potensi kekayaan alam yang diyakini terdapat di dalamnya. Emas, batu-batu mulia, batu bara, bahkan relik-relik kuno bernilai tinggi. Suara-suara mesin, mobil-mobil derek, serta ketukan-ketukan besi terdengar sampai kemari.

Negeri mana yang tidak iri terhadap Irion dan Hashin yang memiliki pulau kecil nan kaya ini di antara mereka.

Silakan ambil itu semua. Aku tidak peduli. Yang jelas yang satu ini takkan kubiarkan kalian kuasai. Karena itu adalah milik Ducain.

Pulau Dragana. Pulau beribu misteri. Namun tak satupun dari manusia-manusia ini yang sadar akan hal itu, demikian Igor yakini.

Igor bergerak di tempat-tempat yang tidak tersinari lampu-lampu penerang yang terletak di berbagai tempat. Ia tidak boleh ketahuan. Kalau itu sampai terjadi, Igor Dalaghor tak bisa membayangkan perang sebesar apa yang bakal terjadi.

Igor menyelinap dengan tenang. Hati-hati. Sangat hati-hati. Selangkah demi selangkah menuju tujuannya. Namun....

“Berhenti!” pekik seseorang dengan aksen bicara yang khas.

Celaka! Panik, Igor langsung mengambil langkah seribu. Rasa takutnya akan ketahuan membuatnya berlari tanpa kendali. Ia pun terjatuh.

Tanpa sempat bangun, orang itu menindih Igor dan mengunci gerakannya.

Mengapa!? Mengapa bisa ketahuan?

Lihat selengkapnya