ARTHUR kembali ke kastel dengan keadaan siap tempur. Ia telah mengenakan perlengkapan zirahnya lengkap dengan Varixul yang menggantung di pinggang kiri. Di pinggang kanan, tersampir pistol berpeluru terra yang akan sangat berguna jika terjadi sesuatu dengan pedangnya.
Zirah itu tidaklah tebal dan berat. Zirah yang berat hanya akan menghambat gerakan. Zirah prajurit Isvar terbuat dari bahan khusus yang cukup ringan dan didesain agar si pemakai bisa dengan nyaman berlari, melompat, bahkan bersalto. Anti peluru dan tusukan sudah pasti. Zirah tersebut juga dilengkapi dengan perisai di lengan kiri yang akan otomatis terbuka untuk melindungi si pengguna dari serangan begitu tangan kiri dikepal.
Tak hanya zirah, earphone kecil khusus juga sudah terpasang di telinga Arthur. Sebuah alat yang merupakan sarana komunikasi saat perang berlangsung. Tiap-tiap prajurit wajib mengenakan satu. Untuk berbicara, prajurit tinggal menekan tombol merah kecil di alat tersebut agar suaranya bisa terdengar oleh semua pemakai.
Tak terasa sudah hampir tengah malam. Bak halilintar, dengan emosional Arthur mengatur pasukannya untuk bersiap menuju Girima. Terutama divisi Kolvar yang kali ini merupakan kunci keberhasilan.
“Semua siap di posisi masing-masing!” perintahnya. “Perhatikan senjata dan perlengkapan lain. Jangan mengharap temanmu akan membantumu di medan perang nanti. Di sana, hanya ada kau dan musuhmu! Jika kau tidak mempersiapkan diri dengan baik, maka kau tahu siapa yang akan menang.”