Dragana

Jufan Rizky
Chapter #13

Chapter 12 - The Small Island

PERJALANAN dari Aesild menuju Girima hanya memakan waktu kurang dari tiga jam jika ditempuh dengan kapal secepat Ghrandir. Di pertengahan jalan, mereka melewati Dragana, sebuah pulau kecil yang merupakan sumber dari semua kekacauan ini. Sangat kecil jika dibandingkan dengan kedua negara yang memperebutkannya, namun begitu kuat daya tariknya hingga mampu membuat kerusakan luar biasa di kedua negara besar tersebut. Semua yang berada di dalam Ghrandir berlomba menuju jendela terdekat agar bisa melihat Dragana dengan jelas.

“Apakah layak semua pertumpahan darah selama ini hanya karena pulau sekecil ini?” ujar Dormand. “Sekaya apa pun pulau ini akan mineral bahkan harta karun sekalipun, tidak pantas dibayar dengan perang yang menelan ribuan korban nyawa.”

“Ada sesuatu dalam pulau ini,” kata Rey. “Sesuatu yang jauh lebih berharga dari sekadar kekayaan alam. Armand, Dormand, kalian kan yang paling sering bersama Gallant pada masa awal-awal perang. Tidakkah kalian tahu sesuatu?”

Armand menggeleng. “Kau kan tahu sendiri kami terluka parah dan tak sadarkan diri ketika pertama kali berperang di pulau ini. Kami tidak ingat apa-apa lagi setelahnya.”

“Begitu siuman kami langsung dinaikkan pangkat dan dipersilahkan memilih divisi yang ingin kami masuki. Apa yang telah kami perbuat sehingga bisa begitu pun kami tidak ingat,” sahut Dormand.

“Apa hal terakhir yang kalian ingat?”

Armand dan Dormand saling bertukar pandang. “Kami tidak ingat apa-apa, Rey. Maaf,” jawab Dormand.

“Sudahlah,” kata Arthur. “Jangan paksa mereka, Rey.”

Rey hanya mengedikkan bahu, kemudian pergi setelah berkata, “Apa yang telah kalian berdua lakukan, pastilah teramat mengesankan. Coba ingat-ingat, bukankah hanya kalian berdua yang dipromosikan sejak perang melawan Hashin dimulai?”

Semua hening.

“Bagaimana menurutmu, Arthur?” bisik Ranca.

“Entahlah, Ranca,” jawab Arthur. “Entahlah.”

REY duduk seorang diri di bar kapal menikmati secangkir minuman hangat untuk menenangkan pikiran. Benaknya masih terikat pada pulau Dragana yang baru saja dilewati kapalnya.

Semakin ia berpikir, semakin ia yakin bahwa ada sesuatu di pulau itu. Semua pengorbanan, semua perjuangan, dan semua perintah dan tekad yang pemerintah kerahkan demi meraih pulau tersebut serasa mustahil jika hanya sekadar untuk kekayaan maupun memperluas wilayah kekuasaan. Memangnya Irion masih kurang kaya? Memangnya Hashin masih belum cukup luas?

Rey yakin, Arthur dan beberapa orang lain sependapat dengannya. Tidak mungkin hanya dirinya yang berpikir soal kejanggalan ini. Tapi sama seperti dirinya, minimnya informasi dan pengetahuan membuat mereka memilih untuk bungkam dulu.

Rey begitu membenci pemerintah yang begitu lihai menyimpan rahasia. Mereka memanipulasi semuanya untuk menutupi jejak-jejak kotor mereka. Khususnya media yang merupakan sarana informasi terbesar. Dengan uang yang mereka miliki, mereka dapat dengan mudah melakukan itu. Rey juga begitu membenci dirinya sendiri yang tidak bisa melakukan apa-apa selama lima tahun ini. Dan kekacauan masih terus terjadi dan aku masih tidak tahu apa-apa.

Pikiran Rey kembali kepada Virian bersaudara. Agak aneh menurutnya, ketika pada masa-masa awal perang di pulau Dragana, mereka berdua terluka dan pingsan ketika ditugaskan untuk melindungi Gallant dan lupa sama sekali akan apa yang terjadi kemudian. Menurut Gallant, mereka berdua pingsan karena menghadapi serangan tiba-tiba dari pasukan tentara Hashin. Konyol. Memangnya serangan macam apa yang mereka terima sehingga bisa lupa sama sekali akan apa yang terjadi? Dan mengapa tidak ada orang lain yang tahu akan kejadian tersebut?

Dua puluh menit kemudian, Rey keluar dari bar, membawa dua gelas minuman ringan. Ia pun melangkah menuju lantai tempat divisi Kolvar berada.

“Hei, apa kau lihat Lidwina?” tanyanya pada seorang kolvar yang lewat.

Lihat selengkapnya