Drakula Bertato Celurit

Oleh: Mulia Nasution

Blurb

Kekerasan orang gede terhadap anak-anak terjadi dalam beragam gaya, cara, dan bentuk yang berbeda. Ini yang terjadi pada Bara dan Oskar. Puncaknya adalah kasus perbuatan mesum terhadap Bara oleh Herlington, seorang pedofil. Tapi Bara melawan, memecahkan kepala Herlington yang dijulukinya drakula. Belakangan diketahui di dada Herlington ada tato celurit. Setelah ada posko pengaduan, ternyata korban pedofil belasan orang.

Dominasi orang dewasa yang menimbulkan tekanan terhadap anak-anak, terungkap dalam wujud hukuman fisik oleh guru terhadap murid, teror di gudang beras Dolog, pengingkaran janji tip yang dicederai, sampai puncaknya adalah tindakan pedofil terhadap anak-anak tersebut.

Pengalaman Bara dan Oskar mencari barang-barang loak untuk menambah uang jajan, menyadarkan keduanya—betapa mencari uang bukan persoalan gampang. Di bak sampah rumah tangga, selain bau yang menyengat, ternyata menyisakan persaingan anak-anak dengan orang dewasa. Bahkan, terjadi kesalah-pahaman saat kedua bocah itu dituduh sebagai garong beras milik pemerintah.

Latar cerita berlangsung di Jakarta tahun 1970-an. Ikon konsumerisme muncul melalui simbol odol, mentega, es krim, rokok. Lagu-lagu dangdut dan pop yang populer era 1970-an, film dan hiburan layar tancap, ikut mewarnai kisah ini. Permainan rakyat selain layang-layang, permainan burung dara laga, permainan gundu atau kelereng, tergambar di dalam cerita. Celana cutbrai dan sepatu hak tinggi yang bermuncung tembem, menjadi simbol kemapanan masa itu. Penjaja kue baskom, penarik beca, kuli bangunan, hadir sebagai pernik-pernik cerita—yang menghadirkan konflik tersendiri.

Cerita ini diramu dalam kisah tiga bocah SMP yang pintar, cerdas, berani, punya keingintahuan yang kuat terhadap apa yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa. Kepintaran dan keberanian mendorong ketiga bocah berkembang jadi kawan setia satu sama lainnya. Bara, Oskar, dan Septiana, menjelajahi masa kanak-kanak mereka dengan romantika ‘cinta monyet"—yang mewarnai persahabatan mereka. Siapa yang dipilih oleh Septiana? Tentu saja si Bara!

Bara, Oskar, dan Herlington merangkai kisah ini dalam benang merah cerita. Sosok Herlington yang ambigu, tampil sebagai antagonis. Pada awalnya Herlington galak, ternyata murah hati terhadap anak-anak—meski dibungkus kepalsuan. Tersingkap kemudian, tokoh antagonis ini seorang ‘predator" terhadap anak-anak.

Puncaknya adalah pukulan Bara di kepala Herlington membuat si pedofil pecah. Terkapar. Ternyata masih banyak korban lain yang telah diperdaya oleh sang ‘predator". Kisah pedofilia ini menguak kejahatan seksual si drakula terhadap anak-anak yang menjadi korbannya.

Lihat selengkapnya