Drakula Bertato Celurit

Mulia Nasution
Chapter #17

Pedagang Kue Baskom #17

Tangan Herlington menunjuk ke arah tertentu yang tempatnya agak tersembunyi di sana, kemudian Bara mengikuti arah itu dengan entak kaki yang bersemangat. Anak itu berbelok, menuju ke arah mobil yang sedang parkir, yaitu mobil berwarna hitam, dan hanya satu-satunya mobil yang berwarna hitam terparkir di pojok jadi. Lalu mengamati keadaan ke sekeliling tempat itu dengan sorot mata waspada, jangan sampai muncul penjahat yang menyusup dari tempat yang tersembunyi.

Pada saat Bara di sana untuk mengawasi tempat parkir kendaraan, Herlington bercerita kepada Oskar tentang pengalaman yang lalu dan jangan sampai berulang pada hari ini. Herlington mengingatkan untuk selalu waswas, kalau-kalau ada pengemis yang menyelonong ke restoran lalu meminta makanan gratis—kejadian seperti itu akan celaka bagi tugasnya. Akan lebih celaka lagi seandainya yang muncul di dalam restoran adalah penjahat yang mengobrak-abrik meja kasir. Semua keadaan buruk itu bisa saja terjadi menjadi bahaya yang berakibat jelek bagi tugasnya.

“Di saat kantong orang-orang santun sedang tipis, semula mereka nggak berniat berbuat jahat untuk sekali pun. Tapi keadaan dan kesempatan dapat mengubah tindakan seseorang dengan menjadi nekat agar berbuat jahat,” kata Herlington dengan nada prihatin. “Misalnya karena perut lapar, orang-orang yang rentan itu dengan mudah tergoda, lantas melakukan kejahatan. Lain lagi dengan orang yang berbuat kejahatan demi memenuhi hasrat untuk mendapatkan keuntungan yang besar, bisa lebih parah lagi dampak ceritanya.”

Oskar mengangguk-angguk pertanda paham dengan apa yang diceritakan oleh Herlington. Lalu laki-laki tegap itu menatap wajah Oskar sambil tersenyum, selanjutnya mengelus-elus kepala dan rambut anak itu. Pipi Oskar ditepuknya dengan gerakan yang lembut, dan tepukan itu membuai rasa haru.

“Tampangmu mengingatkan Om akan anak Om di Minahasa. Wajah anak Om persis seperti wajahmu, Oskar,” kata Herlington, seolah-olah ketika membelai wajah Oskar adalah tindakan saat membelai anak kandungnya. “Mata anak Om tak ubahnya matamu yang teduh. Hidungmu yang mancung juga hampir sama persis dengan hidung anak Om.”

Oskar hanya tersenyum mendengar pujian Herlington seraya tersipu-sipu malu. Beberapa detik Oskar memandang laki-laki itu, lalu menyibakkan tangannya ke ujung rambut.

“Kalau boleh saya tahu siapa nama anakmu yang sebaya dengan saya itu, Om?” kata Oskar dengan rasa penasaran.

Herlington terperangah, dan terdiam dengan adanya pertanyaan Oskar di luar dugaannya itu. Ia seperti orang yang sedang memikirkan sesuatu nun jauh di sana, mencari akal untuk menemukan jawaban yang logis. Matanya meredup untuk mengingat masa yang lalu yang telah lama terkubur di dalam peti rahasia.

“Kalau saja Om menyebut nama anak itu, nanti kesedihan yang dalam malah muncul di hati Om. Jangan sampai kesedihan Om ikut terpancing dengan menyebut namanya, akan membuat hati ini larut dalam duka yang pedih,” kata Herlington seperti menyembunyikan sesuatu. “Kesedihan sewaktu mengingat anak dapat menyergap hati Om menjadi lara dan terlara-lara lagi. Bahkan Om akan dapat menangis dengan kesedihan yang dalam, seperti patung yang menitikkan air mata. Lebih baik Om rahasiakan siapa nama anak itu. Tapi wajah anak Om itu memang hampir sama persis dengan wajahmu, Oskar.”   

“Oh ya, saya boleh bertanya, Om?”

“Tentu saja! Boleh. Dengan senang hati.”

Lihat selengkapnya