Anas mengabaikan Sein, ia menatap Zanna dengan serius. “Apa kamu terluka?”
Zanna melepaskan pegangan Anas dari pundaknya. “Nggak, aku cuma kaget tadi.”
Sein menatap keduanya dengan mata terbelalak. Ia diabaikan. “Kak, apa maksudnya ini?”
Balasan dari Zanna membuatnya tenang. Ia menatap Sein dengan marah. “Hati-hati kalau jalan.” Anas menggenggam tangan Zanna dengan erat dan memilih masuk ke toko untuk berbelanja meskipun Sein sudah meraung tidak jelas karena diabaikan sedari tadi. Sampai mereka selesai belanja dan di rumah pun, Anas masih mengabaikan pertanyaan adiknya itu.
Zanna tidak tahan lagi. Ia mengambil barang belanjaan dari tangan Anas dengan paksa lalu melototi pria itu. “Selesaikan urusan kakak.” Zanna melangkah pergi ke dapur.
Anas menaruh kedua tangannya didada. Ia menatap adiknya, Sein Khabir dengan pandangan tidak senang karena sudah diganggu. Tiba-tiba saja, Sein ingin menangis. Apa kakaknya tidak memiliki perasaan sama sekali?
“Apa yang ingin kamu tanyakan?” kata Anas buru-buru. Jika saja Sein tidak menghalanginya saat ini. Ia pasti sudah melihat istrinya memasak di dapur. Beruntunglah Sein, karena ia memiliki hubungan darah dengan Anas, jika tidak, entah apa yang akan Anas lakukan sedari tadi saat ia menyenggol Zanna.
Tenggorokan Sein terasa sangat kering, butuh beberapa detik sebelum ia bertanya, “Siapa gadis itu?”
“Istriku.”
“Hah!” Sein terkejut. “Kakak sudah menikah?”
“Iya.”
“Kapan?”
“Beberapa minggu yang lalu.”
Sein terdiam. Informasi ini sungguh tidak terduga. Baru beberapa bulan sejak ia terakhir melihat kakaknya namun siapa sangka jika saat melihat kembali, kakaknya sudah memiliki istri. Dan lagi, istrinya terlihat sangat muda. Seperti anak SMA. Apa kakaknya menghamili anak orang?
“Berapa umur istri kakak?”
“18 tahun.” Mendengar itu, Sein hampir memuntahkan darah. “Ia setahun lebih tua dari kamu.”
“Kakak gila?! Bagaimana bisa? Jangan bilang kalau kakak menghamili anak orang? Atau ia yang menyerang kakak karena keluarga kita kaya?”
“Jaga ucapanmu!” Anas yang sebelumnya hanya menjawab seadanya tanpa ekspresi. Kini, sangat marah. “Aku menikah dengannya karena aku mencintainya.”
Sein terdiam. Jika kakaknya sudah marah, sang Ibu saja tidak berani melawannya apalagi Sein. Zanna berjalan sambil membawa nampan. Ia bingung saat melihat suasana yang canggung itu. Zanna yang memilki sifat tidak pedulian, mengabaikannya dan hanya menaruh nampan di tengah-tengah kedua kakak-adik itu.
“Ah,” Zanna teringat sesuatu. “Kak, hari ini hari apa?”
Suara Anas melembut, ia menatap Zanna dengan senyuman. Sein yang melihat itu hanya bisa terdiam saking kaget dengan perubahan sang kakak. “Hari minggu. Kenapa?”
“Kenapa kakak nggak ingatkan aku! Hari ini anime One Piece tayang,” Zanna kesal. “Ah, aku telat mengunduhnya.”
Zanna buru-buru berjalan ke kamar. Ia melihat kamar yang sebelumnya ia gunakan sudah kosong. Pakaian, laptop dan barang lainnya sudah menghilang. Zanna menghampiri Anas lagi, karena Sein masih ada disana ia berbisik di telinga Anas.
“Kak, dimana barang-barangku?”
Anas tersenyum jail. Ia mengedipkan sebelah matanya, “Di kamar kita tentu saja.”
Zanna memandang Anas dengan tatapan aneh. Bulu kuduknya merinding mendengar kamar kita dari bibir Anas. Segera, Zanna pergi ke kamar mereka berdua. Zanna terkejut saat ia melihat barang-barangnya sudah dirapikan. Bukankah mereka baru saja memutuskan untuk sekamar siang ini? Kapan ini semua dibereskan? Ah, terlalu banyak berpikir membuat waktu Zanna semakin terbuang. Zanna dengan cepat menyalakan laptopnya dan segera mencari episode terbaru One Piece dan mengunduhnya.
Apa-apaan ini?! Kehadiran Sein seperti tidak ada artinya.
Sampai malam tiba, Sein sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda ingin pulang. Zanna juga tidak terlalu mempermasalahkannya, ia sibuk mengunyah kacang telur yang baru selesai dibuat oleh Bi Sari dengan bahagia. Anas senang melihatnya. Keadaan ruang tengah sungguh canggung, Zanna berpikir untuk menonton anime One Piece lagi dari awal. Toh, sudah lama sejak terakhir kali ia menonton ulang meskipun tidak pernah terlambat untuk mengunduh episode terbaru, Zanna belum menontonnya sampai sekarang.
“Kak, kita nonton One Piece ya?” Anas mengangguk.
Selama ia menonton bersama istrinya, ia akan bahagia meskipun itu menonton film bayi sekalipun. Ah, mereka sudah pernah menontonnya. Zanna mengambil hardisk dan laptopnya dari kamar. Ia menaruh laptopnya ditengah-tengah. Agar Sein juga bisa melihat meskipun Zanna tidak mengatakannya secara langsung. Zanna belum akrab dengan adiknya Anas, tatapan cowok itu juga tidak ramah kepadanya, ia seperti ingin menelannya hidup-hidup.
Zanna tampak sangat senang. Ia mengunyah kacang telurnya sambil menonton prolognya dimulai. Sein yang diabaikan terus-menerus memilih untuk ikut menonton. Toh, ia juga penasaran dengan apa yang ditonton oleh istri kakaknya ini hingga sang kakak pun ikut menonton.
“Ah, Luffy!!” Zanna histeris. Setelah sekian lama tidak melihat wajah Main Character di anime One Piece itu. Sang kapten bajak laut yang baru memutuskan untuk berlayar. Sein tidak mengerti apa bagusnya ini. Namun, ia tetap ikut menonton dengan serius. Saat adegan menunjukkan betapa bodohnya Luffy. Sein yang serius ikut tertawa bersama Zanna.