Fazril memarkirkan motor matic hitam di garasi rumah berlantai dua. Rumah yang diberi pagar besi dengan warna yang sudah mulai pudar tersebut ditumbuhi beberapa jenis bunga di pekarangan. Samar ia mencium bau masakan saat membuka helm, Fazril pun langsung mendorong gagang pintu tanpa pikir panjang.
“Assalamualaikum! Anak ganteng pulang nih!”
Cowok itu berteriak saat memasuki rumah yang sudah ditinggali sejak 10 tahun silam. Pemandangan pertama yang ia lihat yaitu keberadaan Lala, adik perempuannya, terlihat sedang anteng bermain dengan boneka beruang di ruang tengah dengan televisi yang menyala namun tak diindahkan. Ia lantas mencubit kedua pipi adiknya dengan gemas. “Ututu lucunya.”
Sontak saja Lala langsung berteriak histeris saat pipinya menjadi sasaran empuk kejahilan tangan kakak laki-lakinya.
“Azil jangan ganggu Lala!” Suara Bunda yang memperingatkan tak lantas membuat dirinya berhenti melakukan aksi tersebut.
“Iya, Bun! Abisnya lucu sih.” Cubitan terakhirnya berhasil membuat Lala berteriak dengan kencang sekali lagi. "Aa!!!!!" teriak Lala. Fazril buru-buru menghampiri Bunda yang sedang sibuk mengolah bahan makanan dan menyulapnya menjadi masakan yang menggungah selera. Ia menawarkan diri untuk membantu Bunda.
“Azil bantu apa nih, Bun?” ujarnya. Bunda yang melihat Fazril dengan keringat yang menembus baju seragamnya langsung mendengus seraya berkata, “Kamu mandi aja, keringat sampai keliatan basah gitu emang gak gerah?”
“Hehe, ya gerah, Bun. Ngomong-ngomng, Karin mana?”
Karin merupakan panggilan kesayangan Bunda dan Fazril kepada Rindi, kakak perempuannya. Sama seperti Fazril yang dipanggil dengan nama Azil oleh penghuni rumahnya.
“Karin ke kampus, katanya ada rapat,” ujar Bunda dengan tangan yang sibuk memindahkan tumis kangkung ke dalam piring.
“Rapat apaan? Udah kayak orang kantoran aja pake rapat-rapat segala,” kekehnya sembari mengambil piring berisi tumis kangkung tersebut dan meletakkannya ke meja makan. Bunda hanya bisa geleng-geleng kepala, tangannya kini sibuk menyalakan kompor gas untuk memanaskan sop ayam.
Bunda menjawab, "Karin ikutan BEM, ya semacam OSIS kalau di SMA, makanya lagi sibuk nyiapin ospek buat mahasiswa baru."
Fazril membulatkan mulutnya dan membentuk huruf O.
Lala berlari menghampiri Fazril, bukan, lebih tepatnya ke arah piring berisi makanan di meja makan, gadis yang baru berusia 4 tahun itu menaiki kursi dan bersiap mengarahkan tangan mungilnya pada piring yang berisi tumis kangkung. Fazril langsung menghalau tangan adiknya agar menjauh dari piring.
"Eh, Nak, ga boleh gitu sayang," ujar Bunda memperingatkan.
"Lapel, Bun." Lala berbicara dengan pelafalan huruf R yang belum sempurna, Fazril lagi-lagi mencubit pipi kanan adiknya karena gemas.
Bunda mengambil piring dan menyendokkan nasi serta tumis ke dalam piring. Bunda menyuapi Lala dan gadis kecil itu dengan lahap mengunyahnya. Fazril tersenyum melihat pemandangan di depannya.
Perhatiannya teralihkan saat ponselnya berbunyi, sebuah nama tertulis di layar datar tersebut, ia langsung menggeser tanda hijau dan menempelkannya pada daun telinga.
“Hal—” Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, suara lawan bicaranya langsung terdengar.
“Dek, jemput Kakak ya nanti jam 7!”
Suasana gaduh terdengar di seberang sana, Fazril tidak terlalu jelas mendengar apa yang dikatakan kakaknya itu.