"Ya, please!!" Pintaku.
"Iya, tapi ini gue gak yakin Paman gue mau mengadakan pesta mendadak," jelas Tika.
"Ayolah Tika, lo pasti bisa membujuk Paman lo itu."
"Ya sudah deh gue coba dulu!"
Informasi kudapat tak sengaja dari paman Tika. Ketika menjenguk pamannya beberapa waktu yang lalu, aku jadi tahu bahwa paman Tika adalah orang yang ceroboh tapi juga sedikit sombong. Dia banyak bercerita ketika kami menjenguknya, mulai dari bisnis propertinya yang mulai sukses sampai ke mancanegara, bertemu presiden Amerika: meski hanya melihat dari kejauhan, sampai bekerja sama dengan RAEL, sebuah perusahaan dibidang properti yang sudah mendunia milik seorang pengusaha sukses: Aditya Yuha, papanya Randi.
"Sukses, Paman gue setuju untuk membuat dance party di rumahnya," ujar Tika setelah menelphone pamanya.
"Serius? Tapi lo bilang apa ke Paman lo?" Tanyaku.
"Gue bilang gue sukses dapat pacar!" Jawab Tika polos.
"Hah? Terus nanti siapa yang bakal jadi pacar lo?"
Tika hanya tersenyum malu-malu.
"Ceasar?" Tanyaku sambil ikut tersenyum juga.
Tika hanya mengengguk.
"Tapi apa dia mau?" Tanyaku meragukan.
"Soal itu gue yang atur!" Balas Tika penuh percaya diri.
"Semoga sukses ya!" Ujarku. Aku menepuk pundak Tika sambil tersenyum tulus. "Tapi kapan acaranya?"
"Besok malam."
"Timing yang tepat!"
Sehari berlalu, malam tiba. Orang tua Randi, sudah berangkat sedari tadi. Sebenarnya belum ada orang lain yang mengetahui soal rencana perceraian mereka. Tapi untuk terakhir kalinya mereka akan bersama malam ini, di pesta dansa paman Tika. Paman Tika dikenal dekat dengan orang tua Randi. Dan tentunya tidak boleh hanya papa Randi yeng datang ke pesta itu, karana ini adalah pesta dansa. Dan dengan sangat terpaksa mama Randi mengenakan gaun hitam ikut hadir ke acara itu.
Dengan senyum lebar yang terpaksa, orang tua Randi menyalami tamu-tamu lain. Tentu saja paman Tika tak akan menggunakan alasan: ponakannya tercinta telah menemukan cintanya, tapi dengan alasan yang jauh lebih aneh lagi: merayakan anniversary nenek dan kakeknya yang telah meninggal belasan tahun yang lalu, bahkan sebelum Tika lahir. Tetapi yang menariknya adalah, buyut Tika meninggal ketika sedang menaiki sepeda bersama ke kota kecamatan. Tetapi kecelakaan terjadi, sepeda mereka ditabrak oleh truk pengangkut terigu. Mereka meninggal beriringan ketika tak lama dibawa ke puskesmas. Romantis sekali.
Tika dan Ceasar sudah berada di sana sedari tadi, memantau keadaan dan menyiapkan rencana selanjutnya.
"Tinggi banget!" Ujar Eliza lirih melihat ke bawah.
Kami bertiga berada di atap gedung 12 lantai. Angin sepoi menerpa wajah kami bertiga. Gedung ini dulu adalah kantor milik ayahku, tetapi semenjak disita beberapa tahun yang lalu karena hutang, gedung ini entah berantah nasibnya. Tidak dilakukan renovasi maupun dialih fungsikan, hanya dibiarkan begitu saja. Meski begitu bangunan tua ini masih kokoh berdiri.
"Tenang saja kakak jamin keselamatan kamu!" Randi memegang kedua pundak adiknya.
"Kamu gak perlu khawatir. Ini demi kebaikan orang tua kalian," ujarku menyakinkan.
"Kakak yakin meski orang tua kita sering bertengkar, tapi itu hanya karena mereka sibuk dengan urusan masing-masing dan jarang bersama. Mereka masih saling mencintai!" Tambah Randi.
Eliza mengengguk.
Randi menoleh padaku, "kapan kita bisa menelphone mereka?"
"Setelah acara puncaknya berakhir!"
Tika pastinya senang sekali hari ini. Rencananya berjalan mulus, untuk membujuk Ceasar menjadi pacar pura-puranya, meski dengan sedikit bantuan Randi. Randi meminta Ceasar untuk membantunya melancarkan rencana ini. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
"Acara puncaknya sebentar lagi! Semua persiapan sudah ready!" Ujar Tika di seberang sana.
"Bagus, jangan lupa kasih aba-aba!" Perintahku.
"Siap bos!"
Aku memutuskan sambungan telehonenya. Aku menyengir memikirkan betapa bahagiannya Tika sekarang karena dapat berdansa dengan pujaan hatinya. Dan betapa menjengkelkan bagi orang tua Randi yang harus dengan mesranya berdansa, di saat kurang dari seminggu lagi mereka akan berpisah. Waktu berlalu.
"Sekarang!"Ujar Tika di seberang sana.