Dream Changes Me

Auli Inara
Chapter #21

20. Master Chef

Aku turun dari motor Randi, berjalan menuju ruangan dokter Farza. Randi menyusulku di belakang.

Kriett...

"Permisi! Wuaaa...." Tubuhku ditarik.

Dokter Farza bergegas menutup pintu dan menguncinya.

Aku memandangnya bingung, dan sedikit khawatir.

"Ke, Kenapa dikunci Dok?" Tanyaku gagap.

Dokter Farza menghembuskan nafasnya lega, sambil bersandar di pintu ruangannya. "Kamu kenapa datang ke sini dengan dia?" Tanya dokter Farza lirih, sambil berjalan menuju mejanya dan duduk di kursinya.

"Memangnya kenapa Dok?" Tanyaku bingung. Masih berdiri di tempatku.

Dokter Farza melambaikan tangannya, menyuruhku duduk di hadapannya.

Aku berjalan hati-hati, lalu duduk di kursi perlahan. Orang ini mencurigakan sekali.

"Langsung saja sa_"

Tok tok tok... cklek... cklekk... brakk... brakk...

"Woi Dokter mesum, ngapain lo ngunci pintunya hah? Buka! Lo apain Nila di dalam? Buka gak lo, kalau gak gue hancurin pintu kesayangan lo ini!" Teriak Randi mengancam.

"Sabar! Sabar! Bentar doang kok! Jangan hancurin pintu gue!" Balas teriak dokter Farza.

Aku bingung sekali dengan situasi ini. Randi tetap saja, membuat kegaduhan di luar, membuatnya ditegur oleh perawat yang melintas.

"Ini," dokter Farza menyerahkan selembar kertas di atas meja, "untuk biaya pengobatan kamu yang saya tangguhkan itu tidak perlu kamu bayar, kamu hanya harus membuat Randi menandatangani ini!"

Aku menatap teliti kertas itu, "saya tidak mau!" Ujarku tagas.

"Kenapa tidak? Ini bukanlah sesuatu yang aneh."

"Saya tahu ini memang bukan sesuatu yang aneh, tapi efek dari ini besar bukan? Saya tahu soal perebutan posisi itu. Apa Dokter juga menginginkannya?"

"Tentu tidak! Saya sangat mencintai pekerjaan saya ini. Sulit sekali menjinakkan mereka yang keras kepala itu, ini tugas saya sebagai kakak. Saya melakukan ini untuk mereka berdua!"

"Agar mereka tidak melangkah lebih jauh sampai saling membunuh satu sama lain kan?"

"Ini bukanlah kehendak mereka! Mungkin bagi Randi ini hanya sekedar permainan, tapi tidak Brian dia dikendalikan oleh orang tua gila itu!"

"Orang tua? Gila? Siapa?"

"Kakeknya! Hah... orang tua itu sungguh gila kekuasaan!"

"Lalu apa yang saya bisa lakukan untuk membantu?" Ujarku menawarkan bantuan.

Dokter Farza terdiam menatapku, tatapan tajamnya membuatku sedikit merinding.

"Buat dia menandatangani ini!" dokter Farza menunjuk kertas di meja. Dia mengeluh, membanting-bantingkan tubuhnya di kursi. Dia terlihat frustasi sekali.

"Jika dia menandatangani ini, maka selesai semua, orang tua itu tidak akan mengatur-ngaturnya lagi. Kalau tidak, Brian akan tumbuh dengan buruk, karena orang tua itu pasti akan merencanakan hal mengerikan lainnya."

Aku menoleh memandang kearah pintu, Randi tidak lagi membuat kegaduhan. Sepertinya dia ditarik paksa keluar oleh satpam.

Hal mengerikan lainnnya ya? "Seperti teror!" Ujarku lantang.

"Teror? Mendengarnya saja sudah mengerikan, tapi bukan hal mustahil akan dilakukan orang tua gila itu."

Tidak lagi! Tidak ada yang tahu apakah itu akan berujung pembunuhan, seperti bertahun-tahun yang lalu. Aku tidak ingin kehilangan orang-orang disisiku lagi karena hal itu.

Aku berdiri, mengambil kertas itu. "Hanya itu kan yang ingin Dokter bicarakan dengan saya? Saya akan melakukannya, tapi biaya pengobatan saya benar-benar digratiskan kan Dok?" Ujarku sembari tersenyum.

Dokter tampan itu membalas senyumku lebih manis lagi. "Tentu saja! Terima kasih karena sudah kamu bekerja sama." Ia mengulurkan tangannya.

"Sama-sama!" Aku menyalaminya.

Aku berjalan perlahan keluar dari rumah sakit. Benar saja, Randi menunggu di luar, di tempat ia memarkirkan mobilnya, sambil terus diawasi oleh satpam dari jauh.

"Sial!" Umpat Randi.

"Kasihan sampai diusir Satpam disini!" Ujarku mengagetkannya.

"Nila, lo gak apa-apa kan? Lo diapain di dalam sama dokter sint*ng itu?"

Lihat selengkapnya