Aku memandang malas ke arah stopwatch.
"Waktu tersisa tinggal tigapuluh menit lagi!" teriakku.
Suasana sudah tidak segaduh tadi lagi, sebagian orang sudah kehilangan semangat. Masing-masing kue sedang dipanggang di dalam oven. Brian sedang sibuk menyiapkan bahan untuk toping dan hiasan kue, kegiatan itu sudah dia lakukan dari duapuluh menit yang lalu. Dia semangat melakukannya, karena Nurul antusias sekali memperhatikan kegaitannya. Sedangkan Randi hanya sibuk membolak-balikkan halaman buku resep kue itu, entah apa yang dibacanya tapi terlihat sekali dia bosan menunggu kue yang belum matang.
"Limabelas menit waktu tersisa!" Teriakkku lagi.
Masing-masing finalis sedang sibuk menghias kue, dan masing-masing kubu sibuk berteriak memberikan saran. Aku langsung berteriak lagi, menyuruh mereka untuk diam dan tenang. Ibu masih dengan asiknya memperhatikan Randi yang terlihat gugup saat sedang menghias kue. Randi terlihat gelagapan ketika krim yang digunakannya untuk menghias menjadi belepotan dan dilihat oleh Ibu.
"Pelan-pelan ketika menekannya!" Ujar Ibu.
"Oh iya Tante, eh Master!" Randi benar-benar gugup.
Ibu tersenyum, "panggil Ibu saja! Nila memanggil Ibu begitu."
"Baik Bu!"
"Kamu pasti Randi yang tampan itu kan? Yang senyumnya indah bagai hendak membelah langit, yang bahkan membuat pelangi malu untuk hadir! Padahal sering hujan panas!"
Hah... Ibu mulai lagi. Puitis.
"Haha, bisa saja Bu!" Randi tersenyum malu, sambil terus melanjutkan kegiatannya menghiasi kue.
"Gadis kecilku itu takkan bisa berbohong pada Ibu, soal wajah rupawanmu itu nak. Dia bahkan tidak bisa menutupi wajah bersemunya ketika mendengar pujian yang kutujukan padamu. Lihat saja! Dia berpura-pura tidak mendengar!" Ibu menyindirku sekarang.
'Ibu tahu aku dengar, sudahlah Bu jangan suka menggodaku!' Lirihku dalam hati, sambil terus memainkan stopwatch di tanganku.
"Mungkin Nila memang tidak dengar Bu!" Randi membelaku.
"Jangan berpikir sempit nak, Ibu tahu kamu jauh lebih pintar dari itu. Kamu terlalu baik dan perhatian padanya. Mungkin kalian tidak tahu, tapi Ibu sering melihatmu mengantarkannya pulang. Dimata semua orang mungkin itu hal yang biasa, tapi di matanya yang berbinar itu, kamu seolah Pangeran berkuda yang sedang melindungi Peri kecil dari hewan buas dan monster ketika melewati hutan terlarang untuk menemui Malaikat berharganya."
Dan sekarang Ibu malah mendongeng. Sebenarnya tidak masalah bagiku, jika mereka tidak sedang membicarakan imajinasi liarku dan bila waktunya tepat. Sekarang waktu hanya tinggal enam menit.
"Tapi mungkin tanpa Pangeran berkuda itu, si peri kecil akan tetap dapat melalui hutan terlarang itu dengan seluruh kekuatan yang ia miliki." Randi menambahkan.
"Tentu saja, karena ia memiliki tujuan yang jelas untuk melalui hutan itu, karena hendak menemui Malaikat berharganya. Tapi kehadiran Pangerah berkuda itu pastinya membuat perjalanan itu jadi lebih mudah dan menyenangkan, sampai pada akhirnya tanpa dipinta Eros menembakkan anak panahnya pada mereka berdua!" Cerita Ibu.
"Lima menit lagi!" Teriakku.
Sebenarnya aku asik sekali mendengarkan dongeng mereka, tapi apa boleh buat aku harus memotongnya dengan teriakanku. Brian masih memperhatikan kuenya, menambahkan apa yang kurang. Sedangkan Randi sepertinya sudah puas dengan hiasan kuenya.
"Eros?" Tanya Randi. Dia antusias sekali mendengarkan Ibu.
"Iya, sama seperti Cupid tetapi dalam mitologi Yunani. Meski begitu, tetap saja semua terjadi karena kehendak Allah bukan?" Tanya Ibu sambil tersenyum.
Randi mengengguk, "Ibu benar!"
"Hanya saja ada yang membuat Ibu penasaran. Atas tujuan apa Pangeran tampan berkuda itu hendak mengantarkan Peri kecil hingga selamat sampai tujuan? Atau mungkin kebaikan apa yang telah dilakukan Peri kecil, sehingga Pangeran itu rela berkorban nyawa melewati hutan terlarang yang berbahaya untuk memastikan Peri kecil itu baik-baik saja?" Ibu tersenyum.
Randi hanya diam, berpikir.
Aku mendengus dalam hati. Ibu mempersulit saja, hanya soal pengantarkanku pulang ke rumah saja sampai harus membuat dongeng yang rumit seperti itu. Tapi perlu kuakui, bahkan hidup ini pun bisa lebih rumit daripada sebuah dongeng.
"Meski begitu Malaikat tidak keberatan juga, yang penting Peri kecilnya baik-baik saja, bahkan jadi lebih bahagia karena ditemani Pangeran tampan itu. Jika sudah begitu, apakah Malaikat boleh berharap Pangeran itu akan terus menjaga Peri kecil kesayangannya?"
"Saya rasa, itu adalah hal yang wajar. Setelah melihat pengorbanan Pangeran itu!" Jawab Randi.
"Jika begitu, menurut nak Randi, apakah Pangeran akan menerima tawaran untuk menjaga Peri kecil itu?"
"Tentu saja, sang Pangeran pasti sangat menyayangi Peri kecil itu, dia pasti akan menjaganya dengan baik. Melindunginya dengan seluruh kekuatannya. Dan menyayanginya dengan seluruh jiwanya!"