Matahari kembali mulai tenggelam lagi, angin sepoi menyibakkan anak rambutku, menyejukkan kelopak mataku yang kututup, lantas menghirup udara sebanyaknya. Ombak yang menerjang bibir pantai mengenai kakiku yang menginjak tepinya. Bunyi desiran ombak, sungguh membuatku tenang. Menikmatinya, tetap dengan mata tertutup.
Tangan-tangan ini, tetap merangkulku penuh kasih. Bibirku menunjukkan senyum, tapi hatiku sakit sekali. Aku membuka mata, lantas mendongak ke atas, menahan air mataku tak jatuh lagi. Sinar merah di langit masih terlihat hangat menyapa malam yang menyusul.
"Balik ke villa yuk! Sudah magrib nih!” ajak Nurul.
“Bentar, gue ambil sendal gue dulu!” ujar Tika. Dia tak sengaja melepaskan sendalnya, lantas dibawa ombak menuju tengah. Sontak dia langung berlari pelan ke tengah mengejar sendalnya yang hanyut.
“Hati-hati keinjak bulu babi!” ujarku.
“Iya iya!” teriak Tika.
Aku tertawa pelan bersama Nurul.
Tika masih mengejari sendalnya yang semakin ke tengah laut. Aku menoleh ke belakangku, satu keluarga kecil sedang pesta barbeque. Anak laki-laki itu membantu ibunya menghidupkan arang, sedangkan ayahnya datang membawa bahan-bahan untuk dipanggang.
“Kenapa Nila?” tanya Nurul.
Aku tak menjawab, hanya menggeleng pelan.
“Lapar ya? Tenang aja kita juga pesta barbeque kok malam ini!” ujar Tika yang sudah kembali dengan sandalnya.
“Oh ya? Kalian bawa daging? Sosis?”
“Semuanya lengkap! Daging, jagung, sosis, semua ada!” jelas Nurul memotong pertanyaanku.
“Kita bawa makanan yang banyak, untuk dipanggang dua malam ini!” Ttambah Tika.
Aku tersenyum, “kalian the best lah pokoknya!” ujarku sambil menunjukkan jempolku.
“Yuk ah, balik. Magrib udah mau habis ini!” ucap Nurul lagi.
Kami beranjak berjalan menuju villa.
“Gara-gara Tika nih!” Aku menyalahkan Tika.
“Bukan salah gue, salah lautnya, ngenyutin sandal kesayangan gue!”
“Jadi kita harus marahin lautnya?” sewot Nurul.
“Serius, sendal jepit itu kesanyangan lo? Gue pikir cuma Ceasar yang kesayangan lo!” Aku menggoda Tika.
“Ih, apaan sih... jangan gitu dong!” rengek Tika. “Ceasar sudah putus sama pacarnya!” tambah Tika lagi.
“Bagus dong, berarti ini kesempatan besar buat kamu Tik!”
“Ngapain lagi, udah lebih gencar lagi gebetnya!” saranku.
“Gue udah nembak Ceasar!” ungkap Tika.
“APA?” teriakku dan Nurul bersamaan.
Kami menghentikan langkah, terbelalak menatap Tika.
“Kapan?”
“Kok bisa?”
“Dia bilang apa?”
“Jadian gak?”
“Terus...?”
Tanyaku dan Nurul bertubi-tubi. Membuat Tika menggaruk pelan kepalanya yang tidak gatal. Melihat dari wajahnya yang ditekuk, sedikit memberikan jawaban. Tapi aku tidak yakin.
“Terus gimana?” tanyaku pelan.
Tika menggeleng pelan, dengan wajah yang masih ditekuk.