"Jangan - jangan_" Ojan menerka - nerka dengan gentar sembari tangan kanannya menyentuh bagian pohon yang seharusnya ada poster iklan.
Saat mendengar suara yang menggentar dari mulut Ojan, mata Satria dan Ucup otomatis mengedarkan pandangannya. Keduanya menjadi gelisah tak karuan, terlebih Satria yang merasa dirinya melihat suatu penampakan di sebrang danau. Entah penglihatannya itu nyata atau hanya sebuah halusinasi saja. Hal seperti itu bukanlah untuk pertama kali ia rasakan. Saat kecil ia pernah mengalami hal yang serupa. Ia merasa dirinya melihat seseorang. Tidak banyak yang tahu tengang hal ini, ia menyimpan rahasianya sendiri rapat - rapat. Ojan dan Ucup pun tidak mengetahuinya sama sekali.
"Hantu?" potong Ucup dengan cepat.
Ketiga sahabat itu pun berlarian panik tetapi hanya memutari pohon beringin saja. Bolak - balik seperti penari india. Sesekali mereka saling bertabrakan, terjatuh dan bangun lagi lalu berlari kembali. Benar - benar kacau ketiga sahabat ini. Salah satu di antara mereka mendadak berhenti karena ada yang menyita perhatiannya.
"Guys lihat disebrang sana!" Satria baru saja melihat sebuah atap rumah yang tertutup dengan pepohonan.
"Dream House?" Ketiga sahabat yang sangat kompak. Mereka yakin bangunan itu sama persis dengan gambar Rumah Impian yang ada pada selembaran kertas. Kertas yang entah kemana menghilangnya. Jika memang bangunan itu sama, maka artinya Rumah Impian berada disebrang danau. Tapi mereka bingung. Danau ini adalah tempat mereka bermain sedari dulu. Lalu mengapa mereka baru menyadari bahwa ada rumah disebrang danau ini?
"Kok baru kelihatan ada rumah itu?" tanya Ojan menggaruk kepalanya.
"Yaelah gitu aja dipikirin, mungkin kemaren - kemaren ketutupan pohon nah sekarang kan pohonnya ada yang ditebang," jelas Ucup.
"Ucup lo pinter juga," Satria menoleh ke wajah Ucup.
Memang benar ada pohon yang ditebang. Tetapi penebangan pohon sudah terjadi lusa lalu. Mereka tidak menyadari akan hal itu. Rumah tersebut seolah bagaikan sihir ajaib yang tidak ada menjadi ada. Mereka yang memimpikan tinggal di Rumah Impian bersama, sangat merasa senang. Tidak peduli soal kertas yang hilang. Mereka tidak mau ambil pusing. Bagi mereka yang terpenting saat ini adalah mencari dimana acara undian akan berlangsung. Mereka pun pergi berjalan meninggalkan danau dengan perasaan gembira. Ketiganya membayangkan betapa nyamannya tinggal di Rumah Impian.
Bayangan Satria "Gimana kamu suka kan berenang disini?" Ia membayangkan dirinya berenang di Kolam Renang bersama seorang perempuan.
Bayangan Ucup "Silahkan ambil silahkan semuanya buat kalian," Ia membayangkan dirinya membagikan pakaian baru dan makanan kepada fakir miskin.
Bayangan Ojan "Saya nggak mau tahu kalian harus buatkan saya makanan terenak!" Ia membayangkan dirinya tegas dan memerintah pembantu untuk melayaninya.
Ketiganya senyum - senyum membayangkan imajinasinya. Sementara disebrang danau rumah itu sudah tidak ada. Menghilang begitu saja. Hanya saja ada sosok misterius yang kembali menampakkan dirinya.
Dalam perjalanan menuju rumah Ojan. Mereka mendadak berhenti dipinggiran lapangan bola. Ada beberapa orang yang tengah sibuk mempersiapkan tenda disana. Ada bianglala dan beberapa wahana permainan lainnya yang juga sedang dipersiapkan. Nampaknya malam ini akan ada pasar malam. Tak lama sebuah mobil dengan atap terbuka melaju pelan disamping mereka.
"Weh idiot! Jalan kaki terus!" sindir Reno. Anak dari rekan kerja orang tua Satria yang sombongnya bukan main. Sudah berasa kekayaannya itu milik dia. Satria selalu bingung kenapa orang tuanya selalu meminta agar dirinya bisa bersahabat dengan Reno, terlebih tadi pagi orang tuanya menyuruh dirinya untuk jalan - jalan bareng Reno. Apa maksudnya?! Reno saja sudah jalan - jalan bersama pacar dan sahabatnya yang juga sama sombongnya dengan Reno.
"Emang nggak cape?!" Shreya, sahabat sekaligus pacar Reno yang ikut menyindir dengan ketus. Gayanya berlebihan menunjukkan kecantikan dengan jemarinya merapikan sehelai rambut yang berantakan.
"Hahaha bae - bae pincang tuh kaki!" Bobi, sahabat Reno yang juga ikut menyindir. Bobi bodoh mau saja menjadi obat nyamuk diantara Reno dan Shreya.
Ketiga sahabat itu memang gayanya selangit. Sengaja mengemudi pelan hanya untuk mengejek Satria lalu melaju begitu cepat setelah mereka sudah puas tertawa terbahak - bahak. Satria bisa saja menunjukkan mobil mewahnya yang masih didalam garasi rumahnya. Hanya saja Satria masih belum bisa menyetir. Tidak ada supir yang mengajarinya. Orang tua Satria hanya memperkerjakan seorang pembantu saja. Bagaimana Satria bisa menyetir mobil? Ayahnya saja selalu sibuk dengan pekerjaannya. Ucup dan Ojan? Yang benar saja? Mereka samanya dengan Satria tidak bisa menyetir mobil.
"Sabar sat," Ucup menenangkan Satria yang geram dengan tangan yang mengepal seolah bersiap ingin memukul orang - orang sombong itu yang sudah tak terlihat lagi.
"Mending lo tikung aja Sat ceweknya," bisik Ojan memberikan saran yang mengada - ngada. Secantik apapun Shreya, perempuan sombong bukanlah tipenya.
Satria hanya diam menyimak ucapan sahabatnya. Matanya membelalak tajam "Kaki kalian yang akan pincang!" ucapnya dalam hati. Tiba - tiba ada suara petir bergemuruh. Seolah langit ikut mendengarkan ucapan Satria. Tidak hanya langit. Ada sosok misterius yang menampakkan dirinya di belakang tubuh Satria. Ia mengangguk dan tersenyum seram. Tidak ada yang tahu keberadaannya. Tidak ada yang bisa melihatnya.
"Permisi abang - abang yang ganteng,"