Dreamelody

Nurul Fadilah
Chapter #17

PART 17

PART 17

My eyes fill with tears, so I lift my head up

I smile a little so they won’t fall

Why are you like this to me, what are you saying?

All the things we talked about go to the sky

The words I have never said

The words I didn’t know I’d say as I cried

I like you, what do I do?

(Good Day - IU)

***

ABEL

"Jangan benci gue ya, Gi!"

"Gak bisa."

"Hah? Lo beneran marah?"

"Gue gak bisa benci sama lo."

Katakanlah gue berlebihan karena terus-menerus ingat sama enam kata itu. Tapi gue yakin kalian semua juga pasti pernah berada di posisi gue. Saat lo bener-bener merasa bersalah sama seseorang tapi lo gak tahu harus ngapain. Dan dengan gampangnya lo hanya bisa bilang maaf sambil berharap dia gak akan membenci lo.

Dan gue termasuk salah satu orang yang beruntung karena dapetin maaf itu. Tapi ini gak semudah yang lo semua pikirin. Gue malah merasa semakin bersalah karena di matanya bener-bener gak ada amarah untuk gue, di saat dia seharusnya marah. Gue lebih baik dapet makian dari dia karena udah nglanggar janji gue sendiri daripada suatu saat nanti gue tahu kalau dia kecewa sama gue dan dia memilih untuk diam.

Iya, gue takut kalau Gia diam-diam kecewa. Dan pada akhirnya dia juga diam-diam ninggalin gue. Karena saat dia pergi, gue gak akan bisa mencegahnya sebab gue sadar kalau gue bukan siapa-siapanya dia. Gue emang pengecut karena gak berani ngungkapin perasaan gue ke Gia. Tapi akan lebih memalukan saat gue mengaku gue suka sama dia pada waktu yang sama dimana gue pernah ngecewain dia.

Waktu itu - di Kafkop, pada hari dimana gue udah berencana menyatakan isi hati gue bersamaan dengan memberi dia satu kejutan lagi yang gue yakin dia pasti seneng. Gue sampai membayangkan gimana nanti ekspresi dia, apakah dia bakalan seneng atau ketawa atau nangis karena bahagia. Sampai akhirnya saat dia dateng dan kita ngobrol, gue menyadari sesuatu.

"Gue gak bisa, Bel."

Bukan, dia bukan nolak perasaan gue tapi dia menolak kejutan yang gue kasih. Gue pikir dengan mempertemukan dia dengan seorang produser akan mempermudah impian dia buag jadi penyanyi tapi ternyata gue salah. Gue salah karena gue gak mengenal dia. Gue bahkan gak tahu kalau anak dari produser itu adalah rivalnya di sekolah. Bego kan? Mana ada orang ngaku suka tapi dia gak tahu apa-apa. Karena kebodohan gue itu, Gia pergi, tanpa menerima tawaran ataupun tahu isi hati gue yang sebenarnya.

"Because I'm stupid." Gue gak lagi nyanyi, gue cuma membunyikan senar gitar acak dan ngungkapin isi kepala gue. Kalau aja gue gak bego pasti sekarang gue gak bakal sendiri di studio ini, pasti ada Gia yang nemenin gue terus kita bisa nyanyi bareng.

Lihat selengkapnya