PART 19
You childish person
You try to take all of me, you heartless person
Were you too shy to say anything?
Did you not like me? I still can’t figure it out
If you hear this song, please come to me my dear
I’m waiting
(My Old Story - IU)
***
GIA
Gue yakin semua orang atau mungking mayoritas dari kita punya hari-hari khusus yang selalu dia nantikan, misalnya hari ulang tahun, hari anniversary, atau lainnya. Di sisi lain ada juga hari yang paling kita gak kita nantikan, hari yang paling kita benci karena ada sesuatu yang ingin kita lupakan atau salah satu kenangan menyakitkan terjadi di hari itu, misalnya hari dimana orang tersayang lo meninggal. Kita semua pasti punya satu dua jenis hari itu. Dan untuk hari ini, gue gak tahu jenis mana yang gue rasain.
Beberapa tahun lalu gue selalu membenci hari ini karena setiap pulang ambil rapot Mama gak pernah senyum bangga karena gue. Tapi sekarang gue justru menunggu hari ini tiba. Setelah berbulan-bulan gue berjuang untuk mengubah habit gue dari yang gak pernah belajar sampai belajar tiap hari, dari yang gak pernah angkat tangan di kelas sekarang udah beberapa kali maju ke depan. Gue merasakan perubahan yang cukup drastis pada diri gue sendiri. Dan gue bangga. Bukan karena gue gak sebodoh dulu tapi karena gue berhasil ngalahin rasa males dalam diri gue.
Sepanjang di mobil gue tetep diam di sebelah mama. Satu-satunya orang yang gue ajak chattingan cuma Sarga. Karena cuma dia yang tahu gimana jatuh bangunnya gue buat belajar. Dari mulai gue nangis sampai ketawa semua di depan dia.
Gia : Sumpah Ga gue takut, gue mesti ngomong gimana ke Mama kalau hasilnya tetep yang terbawah? Gue gak mau pulang ke rumah deh.
Sepanjang gue chattingan, cuma emotikon nangis yang gue pake. Emang setakut itu gue. Dan Mama juga dari tadi diem aja, gak ngajak gue ngomong. Sampai kemudian di saat lampu merah, beliau menoleh ke arah gue dan tersenyum. "Takut ya?"
Ha? Ini seriusan mama gak salah ekspresi? Atau mata salah lihat karena silau kena matahari. "Hehe iya gitu, Ma." Gue membasahi bibir karena gugup. Gak mungkin gue bilang di depan muka beliau kalau gue takut beliau marah terus gue diusir dari rumah.
Tanpa gue sadari ada sepasang tangan hangat yang menggenggam tangan gue. Ibu jarinya mengelus-elus punggung tangan gue. "Mama.." panggil gue lirih.
"Gausah takut, Mama gak akan marah," kali ini gue sedikitpun gak merasakan ada aura kebohongan di wajah Mama. Semuanya tampak tulus. Walaupun begitu gue masih belum bisa tenang karena gue takut kebahagiaan Mama ini karena dia udah berekspetasi lebih dengan nilai rapot gue nanti. Dan gue gak mau kebahagiaan itu hancur saat hasilnya gak sesuai. Gue bahkan jauh lebih takut dari sebelumnya. Tepat sebelum kaki gue malangkah menuju kelas, hape gue bunyi. Sebuah pesan ini setidaknya bisa bikin gue sedikit lebih tenang.
Sarga : Seandainya lo kalah hari ini pun, lo tetap jadi pemenang. Karena lo kalah setelah berjuang di medan perang bukan kalah karena gak pernah mencoba.