PART 21
Don't say those words, please
You know those words hurt even more
You say you're gonna love me, what use is it?
You don't know what kind of heart you gave me
As much as you were lonely
I really hope you meet someone
Who will love you more than you
I'm sorry that she's not me
It's not easy to give
(Ending Scene - IU)
***
SARGA
Terhitung tiga hari sejak Warkop gue tutup setelah proses renovasi yang cukup besar-besaran, hari ini gue memutuskan untuk memulai openingnya. Berkat saran dan bantuan dari Gia, gue sampai sebar iklan di sosmed. Gia juga sebenernya mau ngundang Nara buat opening band di sini, tapi kebetulan dia udah dapet job di tempat lain. Sebenernya gue sama sekali gak masalah sekalipun gak ada band dan sejenisnya. Karena gue udah cukup puas dengan hasil dekorasi kita- gue sama Gia.
Dua orang lain yang gak akan lupa gue undang pastinya Abel sama Devan, sahabat gue. Kebetulan Abel juga bakal ngiringin Gia nyanyi nanti. Gue sampai gak tahu harus bilang apa lagi, tanpa perlu gue minta temen-temen gue udah bahu membahu nolongin gue.
"Kalau lo bilang bakalan renov kafe lo kita pasti bantuin!" Ujar Devan agak kecewa saat gue gak melibatkan dia di dalamnya. Abel hanya mengangguk karena dia sibuk masang senar gitarnya yang baru putus kemarin. "Lo kerjain semuanya sendiri?"
Entah kenapa, gue merasa ada yang beda dari nada bicara Abel. Seolah dia udah tahu kalau Gia yang bantuin gue. "Enggak, dibantu Gia." Sengaja gue jujur sekalian biar dia sadar. Rasanya gue mau bedah isi kepala temen gue yang satu ini supaya gue bisa tahu apa sih yang ada di pikirannya. Kalau dia beneran suka sama Gia ya bilang jangan malah menghindar dan buat gue seolah-olah jadi orang ketiga di antara mereka.
"Lah, kok gue ngrasa makin hari lo makin deket sama dia. Padahal gue kira dia apa-apanya sama Abel tahunya sama lo."
Sial, minta dilakban emang mulutnya Devan biar gak asal ngomong! Tapi di sisi lain gue malah mendapati Abel tersenyum. Bener-bener senyum asli bukan fake. Lo kenapa si Bel? Lo sebenernya suka apa enggak sama Gia?
Gak berselang lama orang yang kami bicarain dateng. Demi apa? Itu beneran Gia?
"Buset, itu Gia apa bidadari dari kayangan?" Ternyata mulut Devan masih ada gunanya. Seenggaknya dia mewakili isi kepala gue, mungkin juga Abel. Kita bertiga masih sama-sama terpaku sampai Gia sudah berdiri tepat di depan kami.
"Hai," sapanya hangat sebelum menarik satu kursi yang tersisa di sebelah Abel dan tepat berhadapan dengan gue. "Masih belum telat kan?" Gue adalah orang pertama yang Gia ajak ngobrol. Gue hanya menggeleng karena gak pingin ngomong.
Lantas, Abel memetik gitarnya. Dan seketika atensi kita berempat langsung beralih ke sana. "Mau lagu apa?" Tawarnya pada Gia seolah dia menguasai semua chord lagu. Gak heran sih orang dia udah jadi gitaris. Dibanding gue yang gak tahu sama sekali tentang gitar. Jangankan suruh mainin sebuah nada, mana kunci G kunci C aja gue gak tahu.
"Lagu Indo gimana? Gue lagi bosen lagu barat soalnya." Tawaran Gia mendapat anggukan dari Abel. Kalau udah bahas lagu gini gue rasanya jadi insecure. Gue bahkan bisa sebulan gak dengerin lagu sama sekali. Playlist musik gue aja kosong. Jadi panteslah kalau gue gak tahu apa-apa.
"Lo aja yang milih lagunya," kata Abel.