Dreamelody

Nurul Fadilah
Chapter #22

PART 22

PART 22

Dark sky cricket sounds

A small hand holding firmly

You were falling down silently ams gathered in my dry part

I was standing still for a long time while holding it

On the bluest night in my summer

The night, how do you remember?

(The Shower - IU)

***

SARGA

Gak ada sesuatu yang special dari liburan semester gue selama dua minggu. Aktivitas gue masih sama seperti sebelumnya, berkutat di Kafe buat bantu Ayah. Nothing special of my life. Maka dari itu gue mungkin jadi salah satu orang yang paling bahagia ketika sekolah kembali dibuka. Apalagi di hari pertama gue masuk, Bu Ningsih udah menginformasikan kalau gue bakalan jadi salah satu perwakilan buat Olimpiade Matematika tahun ini. Momen ini udah gue tunggu-tunggu sejak satu tahun yang lalu.

Dan tebak kabar apalagi yang bisa buat gue lari-larian dari kantor guru ke perpustakaan hanya untuk menemui seseorang yang katanya bakalan ikut Olimpiade yang sama dengan gue tahun ini. Orang yang ketika gue membuka pintu perpustakaan gue kira dia akan menyapa gue dan seperti biasa akan bersorak girang. Namun, kali ini tebakan gue salah. Dia sedang menopang dagu dan melamun walaupun ada buku-buku terbuka lebar didepannya.

Dua minggu gue gak pernah lihat wajah dia setelah acara opening Kafe itu. Gia bahkan pulang tanpa berpamitan. Gue gak tahu apa ada yang salah waktu itu, tapi ketika gue tanya jawaban Gia hanya 'gak papa'.

"Ada yang belajar buat olim toh ternyata!" Gue sengaja muncuk tiba-tiba di depannya. Dan karena Gia melamun dia sedikit terjingkat.

"Ihhh, Ga ngagetin aja!" Gia melempar pulpennya ke arah gue.

"Salah sendiri! Emang ada orang belajar sambil nglamun?" Gia cuma senyum samar.

"Eh, Ga gue gak lagi mimpi kan? Ini beneran gue yang ditunjuk buat ikut olim matematika?" Gue tahu dia mencoba mengalihkan topik. "Gue cuma peringkat lima belas loh, masih banyak yang lebih pinter di atas gue!"

Gue mencoba mengingat-ingat kembali. "Setahu gue seleksinya dari link soal yang dikasih Bu Ningsih bukan dari nilai rapot."

"Ih masak? Berarti gue beneran layak ikut dong!" Gia seolah masih gak percaya kalau dia benar-benar terpilih. "Ga, gue gak lagi mimpi kan?" Kakinya menhentak beberapa kali ke lantai. Gia juga menepuk-nepuk pipinya sendiri. "Aaa, gue mau nangis!" Saat dia bilang gitu, matanya memang berkaca-kaca.

Gue malah ketawa saat itu, ekspresinya lucu aja. Di luar sana, banyak temen-temen gue yang nolak ikut olimpiade hanya karena ngrasa dirinya gak mampu, tapi di sini gue tahu Gia hampir meneteskan air mata karena dia yakin kabar ini pasti membahagiakan orang yang dia sayangi, mamanya.

"Berangkat berapa orang biasanya? Terus nanti pas disana sistem penilaiannya gimana? Lo jangan lupa ajarin gue ya, kita kan semapel hehe," baru kali ini gue melihat Gia bisa seantusias ini membicarakan hal lain yang bukan musik.

"Satu mapel ada tiga orang perwakilan, nanti kita tetep ngerjain individu. Kalau masalah nilai tergantung ketentuannya tapi biasanya jawaban yang salah minus dan gak dijawab nol. Setiap tahun ganti peraturannya jadi gue juga gak tahu pasti."

Lihat selengkapnya