PART 28
I can't love, I try to think
I try to rub skin and hug
I try to lock lips but
It doesn't work out that way
It's so funny, I try to turn things back
We try to ignore it, but at this point
How can we love again?
(Can't Love You Anymore - IU)
***
ABEL
Gue selalu suka hari Minggu karena biasanya di hari ini gue bisa menghabiskan waktu seharian penuh di dalam studio sambil mainin gitar kesayangan gue dengan penuh ketenangan. Apalagi setelah gue bergabung dengan Pak Rustam, beliau memberikan kebebasan penuh gue untuk menggunakan studionya 24 jam. Dia sepercaya itu sama gue. Mungkin inilah sebabnya gue masih bisa bertahan di sini.
Tapi Minggu ini gak sama seperti Minggu-minggu sebelumnya. Gue ingat ini adalah hari terakhir dimana Gia di skors gara-gara gue. Sampai detik ini pun, gue masih bisa bilang maaf ke dia. Setiap kali ketemu, Gia selalu menghindari gue sampai kontak gue juga diblokir. Iya, gue tahu gue salah. Dan yang membuat semakin merasa menyesal adalah karena gue masih berada di tempat ini. Tempat yang membuat hubungan gue dan Gia merenggang.
Gue sangat kaget waktu tahu Pak Rustam jadi salah satu produser yang terlibat di acara audisi itu. Mungkin kalau ini blank audition atau beliau gak terlibat, gue masih maklum kalau Gia gak lolos. Tapi, Pak Rustam udah kenal Gia di saat gue membawanya ke opening kafenya Sarga, sewaktu pulang gue sempat tanya apakah beliau udah ngobrol sama Gia jawabannya udah bahkan beliau bilang suka. Tapi kenapa hasil akhirnya malah Gia gak ikut direkrut. Gue juga gak berniat tanya ke Gia apa yang mereka bicarakan di kafe waktu itu karena gue yakin dari segi pandang Gia, dia pasti menolak.
Tok tok tok
Gue menoleh dan mendapati Shafira disana. "Bel, kata Papa kalau lo mau pulang langsung aja gausah pamitan soalnya beliau lagi ada tamu." Gue hanya mengangguk sekilas. Shafira dan Pak Rustam juga sering dateng kesini kalau minggu hanya untuk nemenin gue main gitar.
"Eh, Fir tunggu!" Gue mencegah Shafira yang akan keluar. "Gue boleh ngobrol bentar gak sama lo, ada yang mau gue tanyain!"
"Lo mau ngobrol sama gue?" Wajahnya kelihatan cengo karena biasanya gue selalu menghindar kalau dia ajak bicara. Walaupun begitu gue cukup salut dengan usaha dia narik perhatian gue. Sekalipun gue cuekin yang kayak gimana dia tetep gak mau nyerah. Gue tahu dia suka sama gue tapi gue gak mau kasih dia harapan lebih di saat hati gue juga sudah memilih orang lain, dan itu bukan Shafira.
"Iya sini duduk!" Gue menepuk sofa sebelah gue yang kosong. Sesuai dugaan, dia langsung duduk di sana dan menatap gue berbinar-binar. Maafin gue Fir, gue cuma mau tahu kebenarannya.
"Mau tanya apa?" Wajahnya terlihat sangat antusias.
"Ah, itu.. em gimana ya? Gue takut lo tersinggung nanti," ujar gue sambil memetik gitar dengan chord Terlanjur Mencinta yang udah gue hafal di luar kepala. Lagu yang mengingatkan pertemuan pertama gue dengan Gia.
"Enggaklah, ngapain tersinggung? Tanya aja! Pasti gue jawab kok."